Logo Bloomberg Technoz

“Pengalaman Indonesia menjalankan mandatori biodiesel sawit selama ini, hingga B40 pada 2025 dan akan memasuki B50 pada 2026, semestinya tidak mengalami kesulitan."

Dampak implementasi biodiesel B35 hingga B100./dok. Kementerian ESDM

Ekosistem mandatori biodiesel, yang ditargetkan mencapai B100 menuju 2045, dinilai sudah cukup terbangun dan mudah ditingkatkan kapasitasnya.

Tungkot berpendapat, untuk bisa mencapai B50 tahun depan, Indonesia membutuhkan suplai fatty acid methyl ester (FAME) sekitar 20 juta ton atau tambahan alokasi minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) ke biodiesel sekitar 2 juta ton.

Sementara itu, produksi CPO pada 2025 diperkirakan mencapai 54 juta ton, sehingga Tungkot meyakini mandatori B50 tidak akan mengganggu alokasi minyak sawit untuk kebutuhan sektor pangan dan oleokimia.

“Jadi dari produksi bahan baku biodiesel [minyak sawit] tidak masalah untuk B50,” tuturnya.

Dia juga berpendapat, dari sisi kapasitas pabrik biodiesel pun, hampir tidak ada masalah. “Saat ini kapasitas pabrik biodiesel kita mencapai 19,5 juta ton, dan masih ada sedang dibangun operasional tahun depan.”

Realisasi produksi biodiesel di Indonesia sampai dengan 2024./dok. Kementerian ESDM

Berebut CPO

Berbeda perspektif, dosen Universitas Sains Indonesia Syaiful Bahari menilai target penaikan level mandatori biodiesel dari B40 menjadi B50 pada awal 2026 bakal memicu persaingan memperebutkan bahan baku CPO dari berbagai sektor industri.

Syaiful memerinci, hingga 2024, total luas perkebunan sawit sebanyak 16 juta hektare (ha), terdiri dari perkebunan swasta sebanyak 8,6 juta ha (51,3%), perkebunan rakyat 6,7 juta ha (40,3%), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) seluas 570.000 ha (3,4%) dengan produksi CPO sebesar 52,76 juta ton.

“Dengan besaran produksi CPO tersebut harus berbagi untuk ekspor, energi, dan pangan. Bahkan, untuk pangan saja terkadang kita masih menghadapi persoalan kelangkaan minyak goreng,” katanya saat dihubungi, Senin (19/5/2025).

Syaiful menilai langkah pemerintah untuk menggenjot B40 ke B50, dipastikan akan memicu kompetisi perebutan bahan baku di dalam negeri yang justru akan memantik kenaikan harga CPO. “Hal ini yang harus diperhatikan dan diperhitungkan pemerintah,” ujarnya.

Adapun, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengatakan Indonesia membutuhkan peningkatan kapasitas terpasang biofuel setidaknya sebanyak 4 juta kiloliter (kl) untuk dapat mengimplementasikan mandatori biodiesel B50 pada 2026.

Sekretaris Jenderal Aprobi Ernest Gunawan mengatakan kapasitas terpasang biodiesel Indonesia saat ini baru sekitar 19,6 juta kl. Kapasitas tersebut masih bisa mencukupi kebutuhan produksi untuk implementasi B40 tahun ini yang ditarget sebanyak 15,6 juta kl.

“Akan tetapi, kalau ditanya B50, dengan kapasitas terpasang kita 19,6 juta kl, sepertinya kita membutuhkan tambahan sekitar 4 juta kl,” kata Ernest di sela acara buka bersama Gapki, awal Maret.

Realisasi Implementasi Biodiesel (Bloomberg Technoz/Asfahan)

Aprobi mencatat, dengan target produksi B40 tahun ini sebanyak 15,6 juta kl, Indonesia membutuhkan bahan baku atau feedstock minyak sawit sebanyak 13,5 juta ton per tahun. Apabila pemerintah menargetkan produksi B50 sebanyak 19 juta kl, feedstock yang akan diperlukan mencapai 17—18 juta ton per tahun.

Menurut data terakhir Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi CPO Indonesia per Februari 2025 mencapai 3,78 juta ton, turun 1% secara bulanan atau month to month (mtm) dan merosot 6,3% secara tahunan atau year on year (yoy).

Sebaliknya, permintaan domestik untuk CPO naik 159.000 ton atau 8,5% dari 1,87 juta ton pada Januari menjadi 2,03 juta ton bulan selanjutnya

Konsumsi untuk biodiesel secara mtm naik dari 916.000 ton menjadi 1 juta ton dan oleokimia turun dari 197.000 ton menjadi 175.000 ton, sedangkan konsumsi untuk bahan pangan naik dari 758.000 ton menjadi 854.000 ton.

Secara yoy, konsumsi CPO domestik sampai dengan Februari mencapai 3,90 juta ton atau naik 2,5%. Konsumsi untuk pangan mencapai 1,6 juta ton atau naik 2,8%; untuk olekoimia 372.000 ton atau naik 2,8%; dan untuk biodiesel 1,91 juta ton atau 2,2% lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Ditemui akhir pekan lalu, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung memastikan level mandatori biodiesel tetap akan ditingkatkan menjadi B50 pada awal 2026, dan mengeklaim kesiapannya saat ini sudah hampir matang.

Yuliot menyebut implementasi mandatori biodiesel B40 pada tahun ini sudah berjalan dengan lancar, baik untuk segmen pelayanan publik atau public service obligation (PSO) maupun non-PSO. Hingga April 2025, penyaluran B40 telah mencapai 4,3 juta kiloliter (kl) dari target 15,62 juta kl sepanjang 2025.

“Jadi ya kita juga lagi mengevaluasi dari industri dalam negeri untuk ketersediaan FAME-nya. Kita sudah siap untuk masuk di B50 tahun depan. Jadi untuk B50 tahun depan ya mudah-mudahan dari awal tahun itu kita sudah bisa tetapkan,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (16/5/2025).

Yuliot juga mengatakan pelaku usaha juga sudah melaporkan mengenai keamanan ketersediaan bahan baku CPO, serta kesiapan industri pengolahan untuk ketersediaan FAME.

“Dan juga ini bagaimana by-product yang dihasilkan itu juga bisa mengisi rantai pasok industri dalam negeri dalam rangka hilirisasi.”

Soal kesiapan badan usaha untuk memproduksi biodiesel B50, Yuliot juga mengatakan sudah ada industri FAME asal Amerika Serikat (AS) yang mendapatkan kuota lebih pada tahun ini, seiring dengan komitmen mereka untuk menambah kegiatan investasinya di Tanah Air.

“Terkait dengan ketersediaan bahan baku, mereka juga sudah mengonsolidasikan. Jadi ada penambahan bahan baku juga ini sudah dikondisikan,” tegas Yuliot.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages