"Terkait dengan yang akan mengawasi badan atau lembaga perlindungan data pribadi itu, ya pastinya ASN, Aparatur Sipil Negara. Namanya badan negara, pegawainya pegawai pemerintah, Aparatur Sipil Negara. Namanya badan negara, pegawainya pegawai pemerintah, Aparatur Sipil Negara," terangnya.
Terkait perkembangan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) Alexander menyampaikan proses harmonisasi antar kementerian telah rampung.
Ia juga menepis anggapan bahwa RUU KKS akan menjadi alat negara untuk memata-matai masyarakat. "Jadi tidak ada niat negara kemudian merampas hak privasi warganya di undang-undang KKS. Lebih kepada bagaimana menjaga keamanan ruang digital kita, dan menjaga kedaulatan kita di ruang digital."
Mengutip dari situs Indonesiabaik.id, RUU PDP disebut merupakan inisiatif pemerintah yang ditetapkan sebagai prioritas pembahasan oleh DPR sejak tahun 2019. Setelah melalui proses harmonisasi antar kementerian, RUU ini diajukan ke DPR pada tahun 2020 dan memasuki tahap Pendahuluan, di mana Presiden menugaskan Menkominfo, Mendagri, dan Menkumham untuk melakukan pembahasan bersama DPR RI.
Tahap Pembicaraan Tingkat I berlangsung sejak Februari 2020 hingga Mei 2022 melalui serangkaian rapat antara Komisi I DPR dan Tim Panja Pemerintah. Konsinyasi intensif juga dilakukan untuk menyusun formulasi pasal-pasal penting, termasuk soal kelembagaan perlindungan data pribadi. Proses ini dipimpin oleh Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo bersama kementerian dan lembaga terkait.
Setelah proses panjang dan mendalam, pada 20 September 2022 DPR RI mengesahkan RUU PDP menjadi Undang-Undang. UU PDP terdiri dari 16 bab dan 76 pasal yang disebut dapat memberikan kepastian hukum atas pengelolaan data pribadi oleh industri maupun lembaga negara demi perlindungan dan keamanan warga negara.
(lav)