Pertama, potensi penurunan investasi, di mana trader dan investor mungkin akan lebih berhati-hati dalam berinvestasi di industri nikel Indonesia jika risiko keamanan dan lingkungan dianggap terlalu tinggi.
Kedua, premi risiko yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini, Wahyu mengatakan pembeli nikel Indonesia mungkin akan meminta premi risiko yang lebih tinggi untuk mengkompensasi potensi gangguan pasokan akibat masalah keamanan.
“Ketiga, reputasi yang tercoreng. Citra Indonesia sebagai pemasok nikel yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di pasar global dapat tercoreng,” ujarnya.
Untuk itu, dia mengingatkan agar pemerintah dan pelaku industri nikel di Indonesia mengambil tindakan nyata dan transparan untuk meningkatkan standar keamanan dan lingkungan.
Mitigasi yang efektif, pengawasan yang ketat, dan penegakan hukum yang tegas dinilainya sangat penting untuk memulihkan dan membangun kembali kepercayaan trader global terhadap nikel asal Indonesia.
Media Relations Head IMIP Dedy Kurniawan tidak menampik insiden longsor di IMIP berpotensi memengaruhi pasokan mixed hydroxide precipitate (MHP global), meski menegaskan bahwa IMIP bukanlah satu-satunya kawasan industri di Tanah Air yang menghasilkan MHP.
“Ada beberapa perusahaan lain di antaranya Harita Group yang berlokasi di Halmahera, PT Smelter Nikel Indonesia yang berlokasi di Banten. Selain itu, ada juga beberapa negara produsen nikel lainnya seperti Filipina, Kaledona Baru, Rusia, dan Kanada,” tuturnya.
Pascainsiden longsor pada 22 Maret 2025 tersebut, Dedy menyebut IMIP segera menghentikan kegiatan operasional di lokasi kejadian.
IMIP bersama para penyewa atau tenant di kawasan industrinya juga terus melakukan koordinasi dengan pemerintah dan lembaga negara lainnya demi meningkatkan manajemen keselamatan, memperbaiki standar teknis, dan memperkuat pengawasan visual terhadap produksi.
Hal tersebut, kata Dedy, diupayakan demi mendukung rantai industri nikel yang ramah lingkungan dan aman, serta menjalankan tanggung jawab environmental, social, and governance (ESG) di kawasan basis nikel Morowali secara menyeluruh.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kapasitas produksi MHP di Indonesia mencapai sekitar 915.000 ton per tahun. Hampir seluruh dari produksi MHP tersebut ditujukan untuk pasar ekspor guna memenuhi permintaan bahan baku baterai EV.
Dilaporkan Bloomberg, insiden longsor di kawasan IMIP, Sulawesi Tengah, belakangan memantik kekhawatiran trader atas kemungkinan susutnya pasokan nikel dari Indonesia.
Selain itu, sebagian trader turut khawatir ihwal meluasnya penggunaan metode hidrometalurgi atau high pressure acid leaching (HPAL) untuk ekstraksi nikel kadar rendah (limonit) yang menghasilkan limbah lebih besar.
Sebelumnya, dua pekerja tewas dan satu lainnya hilang akibat longsor yang terjadi di IMIP, Sulawesi, bulan lalu. Kecelakaan tersebut terjadi di area tailing milik PT QMB New Energy Materials Co. Ltd., perusahaan asal China.
Menurut sejumlah trader yang mengetahui insiden itu, pabrik terpaksa menghentikan hampir seluruh produksinya akibat kecelakaan tersebut. Sejumlah penambang di kawasan itu juga terpaksa mengurangi produksi.
GEM Co Ltd, pemegang saham terbesar QMB, mengakui adanya penurunan produksi awal tahun ini. Hanya saja, menurut manajemen, penurunan itu disebabkan karena perawatan terjadwal dan libur Idulfitri.
Di sisi lain, trader nikel di Asia Tenggara dan China menilai dampak jangka pendek insiden tersebut terhadap harga masih terbatas menyusul koreksi pasokan turunan nikel dari Indonesia.
Hanya saja, kekhawatiran meningkat terhadap potensi gangguan pasokan berulang, seiring meluasnya penggunaan metode HPAL. Metode ini memungkinkan ekstraksi nikel dari bijih berkadar rendah, tetapi menghasilkan limbah dalam jumlah besar.
Sebagai penyumbang lebih dari 50% produksi nikel global, gangguan berkelanjutan di Indonesia dapat memperketat pasokan dunia — meski saat ini pasar nikel tengah mengalami surplus.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)