Logo Bloomberg Technoz

Sebagai perbandingan, Hendra mengatakan, tarif royalti tembaga di negara lain seperti ⁠Filipina hanya sebesar 4%; Australia 2,5%—7,5%; Kanada 1%—17% (dari penghasilan bersih); dan Brasil 2%. 

Tidak hanya tembaga, tarif royalti emas di Indonesia juga dinilai lebih tinggi dari negara produsen lainnya. Royalti emas akan dikenai tarif progresif 7%—16% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA), dari sebelumnya hanya 3,75%—10%.

Hendra memaparkan tarif royalti emas di Filipina hanya 4%; Australia 2,5%—5%; ⁠Kanada 1%—17% (dari penghasilan bersih); dan Brasil 1,5%. 

Selain itu, dia mengatakan tarif royalti bagi komoditas nikel yang berlaku saat ini dan tarif baru yang akan ditetapkan oleh pemerintah juga tidak kompetitif dibandingkan dengan negara-negara produsen nikel lainnya. 

Filipina mematok tarif progresif bijih nikel antara 5%—7% dan produk nikel sebesar 2%, sedangkan tarif yang berlaku di Australia adalah 5%—7.5% untuk bijih dan 2%—5% untuk produk nikel.

Di sisi lain, ⁠New Caledonia mengenakan tarif royalti sebesar 10%—15% untuk bijih nikel, Kanada 5%—13% (basis profit) dan 4%—6% untukk produk nikel, serta Brasil 2%—5% untuk bijih nikel dan 1%—3% untuk derivatifnya.

Adapun, di Indonesia, pemerintah mengusulkan bijih nikel dikenai tarif progresif mulai 14%—19% menyesuaikan HMA, setelah sebelumnya diberikan sistem single tariff bijih nikel hanya sebesar 10%. 

Untuk produk turunan nikel, tarif progresif diusulkan naik 4,5%—6,5% untuk nickel matte, sementara tarif windfall profit dihapus. Sebelumnya, berlaku single tariff 2% dan windfall profit bertambah 1% untuk produk nickel matte. 

Feronikel juga akan dikenai tarif progresif naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 2%. Sementara itu, nickel pig iron juga akan diganjar tarif royalti progresif mulai 5%—7%, dari sebelumnya single tariff sebesar 5%.

Tarif royalti yang tidak kompetitif di Indonesia, menurut Hendra, akan berdampak pada rencana produksi serta performa investasi sektor pertambangan ke depannya.

Dengan demikian, IMA meminta kepada Kementerian ESDM agar diberikan waktu lebih komprehensif guna mendiskusikan usulan kenaikan tarif oleh Ditjen Minerba tersebut, mengingat waktu sosialisasinya yang juga mendadak pada Sabtu (8/3/2025).

"Kami memohon kiranya pemerintah dapat mempertimbangkan rencana kenaikan tarif tersebut. Apalagi, beberapa tahun terakhir, target penerimaan negara dari sektor minerba selalu melebihi target,” kata Hendra.

Direktur Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno dalam agenda sosialisasi akhir pekan lalu mengatakan pemerintah mengusulkan revisi tarif royalti minerba tersebut untuk perbaikan tata kelola dalam PNBP.

"Tidak ada maksud apapun atau memberatkan salah satu pihak ataupun industri, dan kita harap industri pertambangan bisa sustain, bisa berpartisipasi lebih untuk kemakmuran dan kejayaan," kata Tri.

(wdh)

No more pages