Ada dugaan lonjakan pemesanan masuk di ujung masa penawaran ORI027 adalah karena aksi reinvestasi para pemilik ORI seri sebelumnya yaitu ORI021 yang jatuh tempo pada 15 Februari lalu senilai Rp25 triliun. Namun, belum bisa dipastikan berapa besar nilai 'sumbangan' investor ORI021 menginvestasikan lagi dananya di ORI027.
"Minggu depan setelah penetapan, baru bisa dianalisis berapa banyak dari investor ORI yang jatuh tempo kemudian reinvest di ORI027," kata Deni.
Masa penawaran ORI perdana tahun 2025 itu sudah dibuka selama sebulan terakhir. ORI027 ditawarkan dalam dua cabang (tranche) yaitu ORI027-T3 yang bertenor 3 tahun, memberikan kupon tetap sebesar 6,65%. Lalu, ORI027-T6 bertenor 6 tahun, memberikan kupon tetap 6,75%.
Dibandingkan deposito perbankan, kupon yang ditawarkan ORI seri terbaru itu memang lebih tinggi. Sebagai perbandingan, rata-rata bunga deposito perbankan dengan tenor terpanjang yakni 24 bulan (counter rate) saat ini masih berada di kisaran di bawah 5%.
Sementara bila dibandingkan dengan tingkat bunga Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder saat ini, untuk seri FR atau PBS dengan tenor 3 tahun, berdasarkan data OTC Bloomberg pagi ini, ada di level 6,521% dan tenor 6 tahun ada kisaran 6,629%.
Faktor BI Rate
Selain itu, minat investor sepertinya juga makin terungkit dengan adanya potensi pemangkasan BI rate. Bank Indonesia akan mengumumkan keputusan bunga acuan pada siang hari ini.
Penurunan BI rate lebih lanjut akan menurunkan yield surat utang di pasar sekunder dan mengerek harga obligasi ke depan. Alhasil, memesan ORI027 ketika imbal hasilnya lebih menarik di harga par, berpotensi memberikan capital gain di masa mendatang.
Sebagaimana diketahui, ORI bisa dilepas di pasar sekunder setelah penerimaan kupon pertama.
Dengan tren bunga acuan diperkirakan terus turun, harga ORI di pasar sekunder potensial naik. Itu berarti, investor bukan cuma berpeluang mengantongi pendapatan dari kupon, tapi juga bisa menikmati keuntungan dari kenaikan harga obligasi di pasar sekunder.

Bank Indonesia telah memulai Rapat Dewan Gubernur sejak kemarin dan siang nanti akan mengumumkan keputusan bunga acuan, BI rate.
Hasil konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, sejauh ini menghasilkan median 5,75%. Itu berarti pelaku pasar memperkirakan BI rate akan ditahan di level saat ini.
Namun, tidak sedikit pula ekonom yang memperkirakan BI akan memberi kejutan lagi dengan memangkas bunga acuan. Sebanyak 14 dari 35 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan BI akan memangkas bunga acuan lagi dalam RDG bulan ini. Besarannya antara 25 basis poin hingga 50 basis poin.
Prediksi pemangkasan itu salah satunya karena sinyal terakhir yang terbaca dari lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Pada lelang Jumat pekan lalu, BI memang menerbitkan SRBI lebih banyak yakni hingga Rp15 triliun dari sebelumnya 'cuma' Rp5 triliun.
Namun, nilai penerbitan neto tercatat negatif yang mengurangi nilai outstanding SRBI di pasar saat ini menjadi tinggal Rp892,9 triliun.
"Kami melihat perkembangan itu sebagai sinyal kuat dari BI untuk mempercepat pemangkasan bunga acuan jadi bulan ini atau Maret nanti," kata tim analis Mega Capital Sekuritas di antaranya Lionel Priyadi, Muhammad Haikal dan Nanda Rahmawati, dalam catatannya.
Selain itu, dalam sebulan terakhir tingkat bunga Sekuritas Rupiah (SRBI) sudah terpangkas hingga lebih dari 50 basis poin, memberi sinyal BI akan kembali menurunkan bunga acuan.
"Kami memperkirakan BI akan menempuh langkah oportunistik dengan memangkas 25 basis poin menjadi 5,5%," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro.
Bahkan, BI mungkin akan 'tergoda' memangkas langsung 50 basis poin ke level 5,25%, sejurus dengan kondisi domestik saat ini di mana hampir semua alat kebijakan diarahkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, situasi keketatan likuiditas yang dihadapi oleh perbankan tentu menjadi hal yang juga dicermati oleh bank sentral sehingga melonggarkan moneter akan memberi ruang lebih lega bagi perbankan. Laju kredit bisa digenjot lebih kencang.
Memangkas bunga acuan saat ini juga dinilai belum akan memberi tekanan terlalu besar pada rupiah, meski pagi ini rupiah tergerus akibat lonjakan indeks dolar AS lagi.
"Dalam jangka pendek, prospek neraca pembayaran RI didukung oleh kembalinya dana asing. Dengan kemungkinan aliran modal asing akan tetap berada di pasar negara berkembang untuk sementara waktu, terdapat peluang pembelian taktis untuk aset-aset di pasar Indonesia terutama yang saham yang kini diperdagangkan di bawah valuasi historisnya," kata Satria.
(rui)