Logo Bloomberg Technoz

Berbagai sentimen terkini yang masih membekap pasar mulai dari isu panas batas pagu utang Amerika juga pertaruhan pelaku pasar terkait arah bunga acuan Fed, sejatinya berpotensi memberi energi bagi mata uang Indonesia.

Berdasarkan analisis Bloomberg, obligasi rupiah mencatat kinerja mengesankan di tengah volatilitas pasar obligasi global pada 2011 dan 2013 silam yang terpicu oleh krisis isu batas pagu utang alias debt ceiling Amerika Serikat. 

Performa obligasi rupiah bahkan mengungguli kinerja obligasi pemerintah AS (US Treasury) yang selama ini dinilai sebagai aset kelas dunia. US Treasury justru mencatat kinerja lebih buruk pada periode-periode tersebut.

Polemik debt ceiling atau ambang batas utang menghadapkan Amerika, negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia itu, pada ancaman gagal bayar alias default bila batas pagu utang gagal dinaikkan sebelum 1 Juni nanti. 

Berdasarkan data Bloomberg, obligasi rupiah mengungguli performa obligasi negara Asia dalam kelompok emerging market, juga US Treasury dalam tiga periode selama volatilitas pasar meningkat akibat isu debt ceiling. Itu termasuk tiga bulan hingga April 2011, ketika S&P Global Rating memangkas outlook surat utang pemerintah AS dari skor tertinggi.

Performa obligasi rupiah secara historis menjadi yang terbaik setiap kali ada polemik batas pagu utang AS (Bloomberg)

Obligasi rupiah memberikan imbal hasil 15% pada periode-periode tersebut, melampaui return US Treasury sebesar 4%, berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bloomberg.

Hal yang sama juga terjadi saat Agustus 2011, ketika S&P pertama kali menurunkan rating US Treasury dari singgasana AAA dan pada 2013 ketika pembicaraan seputar anggaran utang memberati sepanjang tahun itu.

Obligasi rupiah mencatat return 8% selama tiga periode tersebut, tertinggi dibandingkan obligasi negara emerging market di Asia lain dan melampaui return US Treasury yang tercatat 3% pada periode yang sama.

Sejauh ini, sepanjang 2023, obligasi rupiah telah memberikan keuntungan 10% bagi pemodal asing, menjadikannya sebagai obligasi terbaik di emerging market Asia. Dengan histori performa yang melejit di tengah isu debt ceiling, mungkin kali ini akan terjadi hal yang serupa di mana isu debt ceiling memberi energi penguatan bagi obligasi rupiah untuk mencetak performa terbaik.

Kepemilikan asing di SBN

Dana para pemodal asing belum sepenuhnya kembali ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) seperti saat sebelum pandemi merebak pada 2020. Mengacu pada data Kementerian Keuangan RI, dalam tiga hari perdagangan, yaitu 5, 8 dan 9 Mei lalu, pemodal asing mencetak net buy di pasar SBN. Namun, pada 10 Mei lalu, pemodal asing melepas Rp2,78 triliun sehingga posisi kepemilikan pemodal non-residen di SBN menjadi Rp828,76 triliun, turun 0,33% dari level tertinggi foreign ownership sepanjang 2023.

Minat pemodal asing diprediksi masih akan terus tinggi. Ada gap alias celah yang terbuka senilai lebih dari Rp200 triliun yang ditinggalkan pemodal asing di pasar obligasi rupiah sejak pandemi lalu dan diperkirakan akan kembali tertutup begitu arah bunga acuan Fed berbalik setelah puncak bunga tercapai bulan ini.

Dengan kata lain, reli pasar obligasi negara masih terbuka lebar menyusul puncak bunga acuan yang sudah tersentuh. Bagi investor dengan time horizon medium to long term, inilah saat yang paling tepat untuk masuk.

- dengan asistensi dari M. Julian Fadli

(rui)

No more pages