Bloomberg Technoz, Jakarta - Pusat Data dan Sarana Informatika (PDSI) Kementerian Komdigi diduga mengalami peretasan (hack), lembaga yang menyediakan layanan teknologi informasi di bawah pimpinan Meutya Hafid.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar meminta maaf jika terdapat pihak-pihak yang terdampak atas upaya peretasan tersebut. Data pegawai internal Komdigi diduga jadi sasran peretasan.
Ia menambahkan bahwa Komdigi telah bergerak untuk menjaga keamanan informasi, yang diklaim kebocoran data bersifat umum. Sabar mengaku telah meningkatkan kapasitas respons terhadap insiden siber di lingkungan Komdigi.
Komdigi “telah melakukan mitigasi dugaan peretasan, menutup semua celah keamanan, serta memperkuat sistem pertahanan siber,” jelas Sabar dalam keterangan resmi dilansir Selasa (4/2/2025).
Komdigi juga telah melakukan pelacakan aktivitas mencurigakan pada jaringan Kementerian Komdigi yang dimaksud. Usai munculnya dugaan peretasan, seluruh unit tengah melakukan audit keamanan internal.
Berkaca dari kasus dugaan kebocoran data pada PDSI, Komdigi klaim terus memperkuat infrastruktur keamanan siber nasional. Langkah tambahan dengan “meningkatkan kualitas sistem keamanan demi melindungi data pribadi masyarakat Indonesia.”
Kemkomdigi menegaskan bahwa perlindungan data pribadi adalah prioritas utama, dan menyitir ancaman pidana penjara dan denda maksimal 4 tahun dan/atau maksimal Rp4 miliar bagi siapa saja yang dengan sengaja membocorkan data pribadi yang bukan miliknya.
Kementerian Komdigi (nomenklatur sebelumnya bernama Kementerian Kominfo) sebelum kerap menjadi sasaran kritik karena tidak apik menjaga keamanan data pribadi milik publik.
Kasus yang paling menyita perhatian adalah gangguan pada server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), hingga mengganggu proses administrasi publik banyak Kementerian Lembaga (K/L) atau Badan.
Padahal keamanan data pribadi telah menjadi perhatian serius pemerintahan sebelumnya hingga kini saat masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Komdigi pilihan Prabowo, Meutya Hafid, bahkan menempatkan fokus kerja peningkatan keamanan di sistem Pusat Data Nasional (PDN) jadi salah satu prioritas.
“Memang yang paling banyak diharapkan masyarakat dimana mengamankan security PDNS kita, PDN kita,” kata Meutya usai jalani pelantikan di Istana Negara, bulan Oktober 2024.
Sejatinya Indonesia sudah memiliki payung hukum berupa UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), namun serangkaian kasus dugaan kebocoran data masih saja terjadi.
Salah satu pekerjaan rumah yang belum dipenuhi adalah pembentukan Lembaga Penyelenggara PDP yang diharapkan mampu menjadi pengelola pemanfaatan data, sekaligus menjamin keamanannya. Padahal lembaga ini adalah amanat seperti tertera pada pasal 58 sampai dengan pasal 61 yang mengatur tentang kelembagaan UU PDP.
Saat tidak ada badan khusus, setiap kasus kebocoran data dari milik organisasi atau perusahaan bisa saja mengabaikan insiden yang mereka alami, jelas Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC.
Sebelumnya, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengingatkan bahwa setiap insiden peretasan data yang marak terjadi di Indonesia membawa konsekuensi kerugian finansial serta turunnya reputasi pengelola data, bagi organisasi ataupun perusahaan.
(wep)