Logo Bloomberg Technoz

Soal Transfer Data WNI ke AS Meutya Sebut Belum Tahu Persis

Dovana Hasiana
23 July 2025 19:26

Meutya Hafid (Dok. Komdigi)
Meutya Hafid (Dok. Komdigi)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Menkomdigi RI) Meutya Hafid mengeklaim tak mengetahui soal klausul transfer data warga RI ke Amerika Serikat (AS). Dia pun menyebut pemerintah bakal membahas hal itu di antarkementerian.

“Saya besok akan berkoordinasi dulu dengan Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto), saya belum tahu persisnya topiknya apa tapi nanti besok tentu akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami. Tapi kami harus koordinasi lebih dulu,” ujar Meutya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Dia sempat mengatakan bahwa pihaknya memiliki undangan dari Kementerian  Koordinator Bidang Perekonomian RI guna berkoordinasi terkait klausul transfer data Warga Negara Indonesia (WNI) ke AS.

“Besok kami akan ke Menko Perekonomian dan besok kami akan koordinasi seperti apa penjelasannya dan nanti mungkin akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami,” tutur Meutya.

“Untuk saat ini, kami harus menunggu sampai ada koordinsasi dengan Menko Perekonomian,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, pada poin kesepakatan tarif perdagangan Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump terdapat klausul pemberian data warga RI ke AS.

Dalam kerangka kerja kesepakatan RI-AS poin ke-6 tertulis “Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat, dilansir dari publikasi Gedung Putih, Selasa (22/7/2025). 

Agreement on Reciprocal Trade diklaim pemerintahan Trump dapat mempererat hubungan ekonomi bilateral kedua negara.

Keamanan data pribadi menjadi isu sensitif berkat masifnya jumlah kasus serangan siber, tak hanya di Indonesia tapi juga dunia.

Terlebih, ancaman siber saat ini bukan lagi serangkaian insiden terpisah, melainkan rantai reaksi kompleks yang saling memperkuat, ungkap Dmitry Volkov CEO Group-IB, sebuah perusahaan keamanan siber global.

“Geopolitik tidak stabil akibat spionase, yang dipicu oleh pelanggaran data, sementara pada saat yang sama ransomware mengeksploitasi pelanggaran ini, semuanya berkontribusi pada lanskap ancaman dunia maya yang terus berkembang,” kata Dmitry Volkov dikutip Rabu (23/7/2025).