e-KYC: Transaksi Digital Aman dan Nyaman untuk Nasabah Asuransi

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pada saat Anda bertransaksi di bank, apakah itu membuka rekening atau melakukan transaksi lainnya, pasti Anda selalu ditanya nama gadis ibu kandung. Pertanyaan tersebut adalah salah satu bentuk verifikasi yang dilakukan pihak bank sebagai bagian dari proses KYC atau Know Your Customer. Di dunia perbankan atau financial technology, verifikasi nasabah melalui KYC menjadi salah satu proses yang vital dan lazim dilakukan, guna memastikan bahwa data yang diberikan valid dan sesuai dengan yang tercatat dalam akun bank atau layanan finansial si nasabah, sehingga dapat diyakini bahwa nasabah sendiri yang melakukan transaksi, bukan orang lain atau fraudster.
Lalu apa bedanya KYC dan e-KYC? Secara proses, keduanya merupakan proses verifikasi data nasabah, hanya saja khusus pada KYC proses verifikasi dilakukan secara tradisional dimana nasabah/calon nasabah diminta untuk menyerahkan dokumen fisik seperti kartu identitas (KTP, SIM, paspor) atau dokumen lainnya yang diperlukan untuk verifikasi secara langsung. Sementara e-KYC, penyerahan dan verifikasi dokumen dilakukan secara elektonis atau digital, seperti mengunduh kartu identitas atau dokumen lainnya ke suatu portal, dan sebagai proses verifikasinya, akan dilakukan pemindaian wajah atau sidik jari, sehingga lebih memudahkan nasabah dalam bertransaksi dari mana saja dan kapan saja.
Jika di industri perbankan istilah e-KYC sudah menjadi hal yang umum, bagaimana dengan industri asuransi jiwa? Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan bahwa di industri asuransi jiwa mulai didorong untuk mengoptimalkan e-KYC untuk transaksi bagi nasabah, misalnya seperti proses pembayaran klaim yang sudah bisa dilakukan secara online tentunya memerlukan e-KYC untuk proses verifikasi data.
Lalu, apa keuntungan atau manfaat bagi nasabah ketika perusahaan asuransi menerapkan e-KYC?
Pertama, e-KYC akan memberikan rasa aman bagi nasabah dalam bertransaksi karena dapat melindungi data pribadi nasabah dari pencurian data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan adanya lonjakan kasus kebocoran data yakni dari 7,96% di tahun 2023 menjadi hingga 20,97% di tahun 2024. Tentunya kondisi tersebut akan menjadi perhatian bagi nasabah apakah data pribadinya terlindungi dengan aman atau justru menjadi celah untuk penyalahgunaan data pribadi.