Bloomberg Technoz, Jakarta - Kalangan pengamat menilai bahwa aturan baru yang memberikan wewenang Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mengatur stock split dan juga penggabungan reverse stock akan merugikan emiten.
Praktisi sekaligus pengamat pasar modal Universitas Indonesia Budi Fredensy mengatakan, hal itu berdasarkan ketentuan aturan baru yang mengharuskan perusahaan tercatat untuk mencari penilai atau appraiser.
"Emiten mungkin dirugikan karena harus hire penilai, [tetapi ini juga bisa jadi] angin segar untuk profesi penilai," ujar Budi saat dihubungi, Kamis (4/4/2024).
Meski begitu, Budi mewanti-wanti jika ketentuan tersebut akan mengakibatkan proses rencana emiten untuk melakukan stock split ataupun reverse stock akan berlarut-larut.
Dalam kaitan itu, dia merujuk pada profesi penilai atau appraiser tersebut yang dinilainya terlalu memiliki banyak metode dalam menentukan nilai ekonomis atau aset suatu perusahaan.
"Repotnya, penilai saham itu banyak metodenya, sehingga bisa debatable," ujar dia.
Meski begitu, Budi tetap menyerahkan kebijakan tersebut kepada BEI sebagai regulator pasar modal Tanah Air.
Hanya saja, BEI tetap harus memperhitungkan matang-matang ihwal batas perusahaan yang ingin melakukan stock split maupun sebaliknya.
"Misalnya, jika harga sudah tinggi di atas angka tertentu baru boleh stock split supaya likuiditasnya dapat meningkat. Sebaliknya, jika harganya terlalu rendah, dianjurkan untuk digabung supaya lebih menarik untuk pasar dan investor."
Hal itu, kata dia, dapat meningkatkan likuiditas saham-saham perusahaan, yang juga dapat mendatangkan minat investor untuk membeli saham tersebut.
"Investor semakin banyak yang berminat dan emiten juga senang jika sahamnya likuid, sehingga tidak masuk papan pemantauan khusus."
Adapun BEI resmi menerbitkan Peraturan Nomor I-I tentang Pemecahan Saham (stock split) dan Penggabungan Saham (reverse stock) oleh Perusahaan Tercatat yang Menerbitkan Efek Bersifat Ekuitas (Peraturan I-I).
Aturan yang diteken pada Senin (1/4/2024) itu kini memberikan wewenang BEI untuk mengatur stock split dan juga reverse stock sebagai tindak lanjut dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 15/POJK.04/2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka.
Sekretaris Perusahan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan, secara garis besar, aturan itu mengatur syarat dan prosedur stock split dan reverse stock oleh perusahaan, yang sebelumnya memang belum ada aturan resminya.
"Salah satu ketentuan yang diatur dalam peraturan ini adalah mengenai kondisi yang mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan laporan penilaian saham dari penilai sebagai bagian dari dokumen permohonan persetujuan prinsip pencatatan dan penggabungan saham," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (3/4/2024).
Adanya aturan itu, kata Kautsar, diharapkan sebagai upaya dapat lebih meyakinkan kewajaran harga saham Perseroan yang menjadi dasar pelaksanaan pemecahan dan penggabungan saham.
Beleid itu juga akan mengatur sejumlah ketentuan kondisi tertentu yang menyebabkan BEI tidak dapat menyetujui pelaksanaan pemecahan dan penggabungan saham meski sudah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Salah satu persyaratan persetujuan prinsip pemecahan saham atau stock split ditentukan berdasarkan rata-rata harga penutupan saham selama 25 hari Bursa berturut-turut di Pasar Reguler sebelum Perusahaan Tercatat menyampaikan permohonan persetujuan prinsip dikalikan rasio pemecahan saham paling sedikit Rp100.
(ibn/ros)