Presiden Rusia Vladimir Putin berusaha keras selama bertahun-tahun untuk mengubah perbatasan Ukraina. Ia meyakini Rusia harus memperluas wilayahnya melampaui perbatasan saat ini dan menyesali bahwa keruntuhan Uni Soviet—di mana Ukraina menjadi bagiannya hingga pembubaran Uni Soviet tahun 1991—merupakan "disintegrasi Rusia historis."
Putin secara ilegal mencaplok Semenanjung Krimea di Laut Hitam pada 2014. Sebagian Provinsi Donetsk dan Luhansk di timur Ukraina—bersama-sama membentuk wilayah Donbas—di bawah kendali Rusia dan proksinya sejak tahun itu, setelah Kremlin memicu pemberontakan separatis tak lama setelah operasi pencaplokan Krimea.
Setelah invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari 2022, pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Donetsk dan Luhansk. Mereka juga merebut sebagian Provinsi Kherson dan Zaporizhzhia di selatan Ukraina, termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, terbesar di Eropa.
Meski Rusia menduduki hampir seperlima wilayah Ukraina per pertengahan Desember, pasukannya tidak pernah berhasil mengendalikan sepenuhnya keempat wilayah tersebut.
Namun, Putin mengumumkan aneksasi wilayah-wilayah tersebut pada September 2022, menyatakan empat wilayah itu akan menjadi bagian dari Rusia "selamanya." Berdasarkan amandemen yang ia perkenalkan pada 2020, konstitusi Rusia melarang pelepasan wilayah setelah dinyatakan sebagai milik Rusia.
Bagaimana perbatasan Ukraina akan berubah berdasarkan proposal perdamaian terbaru?
Proposal AS-Rusia menyatakan Krimea dan wilayah Donetsk dan Luhansk akan "diakui sebagai wilayah Rusia secara de facto, termasuk oleh AS."
Ukraina harus menarik pasukannya dari daerah Donetsk yang saat ini dikuasainya. Wilayah tersebut akan menjadi "zona penyangga demiliterisasi netral" yang diakui secara internasional sebagai milik Rusia. Berdasarkan ketentuan perjanjian, militer Rusia tidak akan memasuki zona tersebut.
Di sisi lain, kendali atas Kherson dan Zaporizhzhia akan dibekukan sepanjang garis kontak antara pasukan Rusia dan Ukraina, yang berarti pengakuan de facto di sepanjang garis itu. Rusia akan melepaskan "wilayah-wilayah lain yang disepakati" yang dikuasainya di luar lima wilayah tersebut.
Revisi kerangka kerja yang diajukan setelah pertemuan antara utusan Trump dan pejabat Rusia dan Ukraina sedikit lebih bisa diterima oleh Ukraina karena menghapus tuntutan Rusia untuk amnesti atas kejahatan perang.
Namun, poin-poin yang masih menjadi masalah tetap ada, termasuk persyaratan bahwa Ukraina secara efektif mengakui Krimea, Donetsk, dan Luhansk sebagai wilayah Rusia.
Seberapa besar peluang Ukraina akan menyerahkan wilayah-wilayah tersebut?
Zelenskiy berulang kali menegaskan bahwa Kyiv tidak akan pernah mengakui wilayah-wilayah yang diduduki sebagai wilayah Rusia. Ia merujuk pada konstitusi Ukraina, yang disahkan pada 1996 dan menyatakan bahwa wilayah negara tersebut "tidak dapat dibagi dan tidak dapat diganggu gugat."
Dokumen tersebut juga secara khusus mendefinisikan Krimea sebagai republik otonom yang merupakan "bagian konstituen yang tidak terpisahkan dari Ukraina."
Pemerintahannya kini tampak bersedia secara efektif menerima kendali Rusia atas sebagian besar wilayah yang saat ini dikuasai oleh pasukan Putin jika hal itu mengarah pada perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan bagi negaranya.
Usulan perdamaian awal menyatakan AS akan memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina—dan diberi kompensasi atas hal itu—guna mencegah upaya Rusia lebih lanjut untuk merebut lebih banyak wilayah.
Namun, Ukraina telah terluka atas janji-janji masa lalu. Berdasarkan Memorandum Budapest 1994, Rusia, AS, dan Inggris memberikan jaminan keamanan—berjanji akan menghormati integritas teritorial Ukraina dan menahan penggunaan kekuatan militer—sebagai imbalan atas penyerahan senjata nuklir Soviet oleh Kyiv. Rusia melanggar komitmen tersebut 20 tahun kemudian dengan aneksasi Krimea.
Zelenskiy dan sekutu-sekutu Eropanya mendesak agar diskusi tentang pertukaran wilayah hanya dilakukan setelah perang berakhir di titik kontak saat ini. Jika menyerahkan seluruh wilayah Donetsk, menurut Institut Studi Perang (ISW), lembaga think tank berbasis di Washington, Ukraina akan mundur ke posisi yang akan sulit dipertahankan jika kembali terjadi agresi Rusia.
ISW menjelaskan bahwa "sabuk benteng" Ukraina—garis pertahanan utama yang selama bertahun-tahun telah menahan serangan Rusia lebih dalam ke negara itu—akan rentan direbut oleh pasukan Putin jika dibiarkan tanpa pertahanan di zona penyangga demiliterisasi.
Mayoritas warga Ukraina menentang penyerahan wilayah, meski tingkat dukungan untuk hal ini telah melemah seiring berlarutnya pertempuran.
Pada Mei 2022, menurut survei Institut Sosiologi Internasional Kyiv, sekitar 82% warga Ukraina mengatakan mereka tidak boleh menyerahkan wilayah negara mereka, bahkan jika hal ini membuat perang berlangsung lebih lama dan mengancam kemerdekaannya. Pada awal Oktober tahun ini, angka tersebut turun menjadi 54%.
Apakah Zelenskiy punya pilihan?
Para pemimpin Eropa, bersama anggota G7, Kanada dan Jepang, bersatu mendukung Zelenskiy, menegaskan kembali bahwa perbatasan internasional tidak boleh diubah dengan paksa.
Namun, pemimpin Ukraina itu mendapat tekanan berat dari Trump untuk menerima syarat yang kurang menguntungkan dan mengakhiri perang.
Warga Ukraina mengalami pemadaman listrik bergilir dan serangan udara mematikan Rusia yang tak henti-henti, untuk menghancurkan moral mereka menjelang musim dingin. Dan Zelenskiy melemah di dalam negeri akibat skandal korupsi yang menjerat beberapa pejabat senior pemerintah.
Pemerintahan Trump mengancam akan menghentikan pasokan senjata dan pertukaran intelijen yang krusial bagi pertahanan udara Ukraina, kecuali Zelenskiy menerima kesepakatan.
Sementara itu, prospek bantuan keuangan penting dari Uni Eropa untuk mendukung perang Ukraina diragukan. Blok tersebut menghadapi perpecahan mengenai penggunaan aset Rusia yang dibekukan untuk memberikan pinjaman sebesar €90 miliar (US$105 miliar) bagi Kyiv.
Apa kepentingan Putin di wilayah Donbas?
Dinamai sesuai dengan Lembah Batubara Donets, Donbas secara historis merupakan jantung pertambangan batu bara dan industri baja Ukraina, dan sebelumnya merupakan benteng industri Uni Soviet.
Aktivitas industri di Donbas terganggu oleh pertempuran berdarah yang berkepanjangan sejak 2014, dan banyak fasilitas hancur akibat perang besar-besaran yang terjadi kemudian.
Namun, wilayah ini memiliki cadangan batu bara yang signifikan dan dapat dieksploitasi Rusia. Ukraina memiliki cadangan batu bara terbesar kedelapan di dunia pada 2023, menurut Administrasi Informasi Energi AS, dan sebagian besar cadangan batu baranya ada di wilayah Donbas.
Wilayah Ukraina yang diduduki Rusia, termasuk Donbas, memiliki sumber daya alam lain, seperti litium, titanium, dan grafit—meski begitu, belum jelas berapa banyak bahan-bahan ini yang dapat diekstraksi secara komersial.
Ada cadangan gas serpih di wilayah Donetsk, di mana Shell Plc menandatangani kesepakatan untuk mengeksploitasi bersama dengan perusahaan milik negara Ukraina pada 2013 sebelum kemudian menarik diri dari kesepakatan tersebut.
Menyadari potensi mineral negara tersebut, pemerintahan Trump menandatangani kesepakatan dengan pemerintahan Zelenskiy tahun ini yang memberi AS akses istimewa untuk pengeksploitasian sumber daya alam Ukraina di masa depan dan bagian dari keuntungan.
Donetsk juga memiliki nilai strategis militer. Kota Mariupol terletak di selatan wilayah tersebut, dan kendali Rusia membuat Putin mampu membangun koridor darat dari perbatasan Rusia di sepanjang pantai Laut Azov hingga Krimea.
Mengapa Putin ingin mempertahankan kendali atas Krimea?
Krimea memiliki makna historis bagi Rusia. Sebelumnya dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman, wilayah ini dianeksasi oleh Kekaisaran Rusia pada tahun 1783 selama pemerintahan Catherine the Great.
Semenanjung tersebut tetap menjadi bagian dari Rusia hingga 1954, ketika pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev menyerahkan wilayah tersebut kepada Ukraina, yang saat itu masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Pada saat itu, Krimea dalam keadaan hancur akibat Perang Dunia II.
Pemimpin Soviet sebelumnya, Joseph Stalin, mendeportasi penduduk asli Tatar Krimea setelah menuduh mereka bekerja sama dengan Nazi dalam Perang Dunia II, dan mendorong orang Rusia untuk pindah ke semenanjung tersebut.
Akibatnya, mayoritas penduduk Krimea menjadi etnis Rusia. Saat mencaplok Krimea tahun 2014, Putin membenarkan keputusan tersebut sebagai upaya untuk membantu penduduk berbahasa Rusia yang tinggal di sana, meski mereka merupakan warga negara Ukraina.
Lokasi semenanjung berbentuk berlian ini membuatnya secara strategis penting untuk perdagangan dan proyeksi kekuatan militer. Krimea merupakan kunci untuk mengontrol aktivitas pelayaran di Laut Hitam, koridor kritis untuk mengangkut gandum dan produk-produk lainnya.
Sementara itu, pelabuhan Sevastopol secara historis merupakan markas Armada Laut Hitam Rusia. Pelabuhan ini berair hangat dan terletak dekat dengan dua anggota NATO: Rumania dan Turki. Ukraina menyewakan pangkalan angkatan laut tersebut kepada Rusia setelah merdeka pada 1991.
Perebutan Krimea oleh Putin membuatnya bisa menggunakan wilayah tersebut sebagai basis invasi besar-besaran ke Ukraina. Jembatan Kerch, yang dibuka tahun 2018 untuk menghubungkan Krimea ke daratan Rusia, menjadi jalur logistik vital bagi Rusia untuk memasok garis depan mereka. Pasukan Ukraina telah melancarkan beberapa serangan untuk mencoba memutus jalur penghubung ini.
(bbn)






























