Sedang, Presiden Bank Federal Reserve Kansas City, Jeff Schmid, menyampaikan argumen yang sama. Menurut Schmid, itulah sebabnya dia menentang keputusan Bank Sentral terbaru untuk menurunkan tingkat bunga.
Yang jadi catatan, Kejelasan narasi pelonggaran kebijakan Bank Sentral AS terus berlanjut atau bahkan bakal bertahan ketat, diestimasikan muncul seiring rilis sejumlah data ekonomi penting pekan ini.
Peluang Santa Claus Rally Menipis
Sentimen global yang dinilai sedang kurang menguntungkan, lanjut diperberat dengan kondisi pasar keuangan Indonesia saat ini.
“Investor khawatir bahwa pemerintah bisa saja meninggalkan disiplin fiskal dan ada tanda-tanda tergerusnya independensi Bank Sentral,” mengutip paparan Tamara Mast Henderson, analis Bloomberg Intelligence, menyoal BI Rate yang diproyeksikan bertahan di level 4,75% pada pertemuan Desember.
Santa Claus Rally merupakan fenomena kenaikan harga saham dengan masif. Fenomena ini umumnya terjadi memasuki minggu–minggu di penghujung Desember setiap tahunnya.
Beratnya kondisi dalam negeri juga tercermin dari pergerakan rupiah yang tengah menguji level Rp16.700/US$. Sepanjang bulan ini saja, (month–to–date), rupiah mencatat pelemahan 0,18% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Kondisi rupiah terutama dalam situasi saat ini, memiliki efek besar terhadap IHSG. Kondisi rupiah bahkan bisa menjadi faktor utama laju IHSG tahun depan.
Tim Analis JP Morgan, termasuk Henry Wibowo, Rajiv Batra, Khoi Vu, Benny Kurniawan, Arnanto Januri, Steven Suntoso dan Harsh Wardhan Modi, menilai, volatilitas rupiah masih menjadi risiko utama karena dapat memengaruhi kepercayaan konsumen dan arus modal.
Menipisnya peluang Santa Claus Rally di pasar saham Indonesia turut ditekan oleh sentimen arus modal keluar (capital outflow) di pasar obligasi pemerintah. Investor asing mencatatkan penjualan bersih obligasi Indonesia sebesar US$99,1 juta pada 11 Desember, melansir Kementerian Keuangan, terbesar sejak 13 November atau tertinggi dalam sebulan.
Seperti yang dilaporkan Bloomberg News, untuk kali pertama dalam tiga tahun pasar surat utang Indonesia berisiko mencatatkan arus keluar bersih (net sell).
“Indonesia sedang mengalami repricing kredibilitas akibat kegelisahan investor terhadap tata kelola dan keberlanjutan fiskal,” ujar Ze Yi Ang, manajer portofolio di Allianz Global Investors.
Daniel Lau dari Eastspring Investments mengatakan, dirinya ingin bersikap bullish terhadap pasar Indonesia. Namun, “masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan,” termasuk nilai tukar dan sentimen dunia usaha.
“Mungkin tahun depan kita akan mendengar lebih banyak dari pemerintah terkait dukungan terhadap komunitas bisnis. Namun hingga saat itu, saya tetap akan bersikap hati-hati,” tambahnya.
(fad)






























