Di sisi lain, Bambang juga mendapati tidak terdapat otoritas negara yang bertugas dalam rantai tata niaga penjualan hasil pengolahan di jalur darat IWIP.
Bambang juga mengaku sudah melaporkan hal tersebut ke Presiden Prabowo Subianto terkait temuannya tersebut.
“Kami menemukan tidak ada negara, tidak ada pemerintah didalam untuk penjualan darat. Itu sempat kami sampaikan kebetulan kami sempat diundang Presiden, Pak skema perjalanan darat itu tidak ada,” ungkap dia.
Selain itu, dia menyatakan kawasan industri seperti IWIP bisa mendapatkan bijih tambang sendiri tanpa tercatat dan diketahui negara. Terlebih, pemerintah hanya mengetahui data yang sudah dihimpun oleh surveyor.
“Dan itu diakui oleh Pak Dirjen. Betul Pak? Betul ya Pak Tri ya? Bahwa Minerba belum pernah mengatur skema penjualan darat melalui trucking. Sistem kontrolnya itu loh,” ucap Bambang.
Dalam kesempatan itu, Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno menjelaskan pemantauan tata niaga produk minerba dari proses produksi, pengangkutan, hingga penjualan dilakukan melalui melalui Minerba Online Monitoring System (MOMS), Modul Verifikasi Penjualan (MVP), serta Laporan Hasil Verifikasi (LHV) oleh surveyor.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan mengelola penerimaan negara melalui e-PNBP dan Simponi, sementara Kementerian Perdagangan menerbitkan Laporan Surveyor (LS) ekspor dan Kementerian Perhubungan mengawasi persetujuan pengapalan.
“Integrasi dari empat kementerian ini menghasilkan validasi yang saling otomatis, deteksi dini potensi ekspor ilegal, penolakan otomatis ekspor tanpa LS atau tanpa LHV, serta akurasi data penjualan untuk perhitungan PNBP-nya,” kata Tri dalam rapat tersebut.
Pada alur penjualan melalui darat, kata Tri, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau IUP khusus (IUPK) wajib mengantongi persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB( dan memiliki stok yang tercatat dalam sistem.
Selanjutnya, perusahaan mengisi rencana pemasaran di aplikasi e-PNBP untuk pembayaran royalti provisional hingga memperoleh Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
NTPN tersebut digunakan untuk mengisi rencana pemasaran di MOMS, termasuk data komoditas, pelabuhan muat dan tujuan, hingga surveyor yang bertugas di titik muat dan titik serah.
Tri menyatakan data tersebut kemudian diterima secara otomatis ke sistem modul verifikasi penjualan (MVP) milik badan usaha surveyor.
Kemudian, surveyor melakukan verifikasi atas bukti bayar dan dokumen pengiriman sebelum menerbitkan LHV. Pengangkutan baru dapat dilakukan setelah LHV terbit.
Pada titik serah, surveyor kembali memverifikasi kualitas dan kuantitas komoditas untuk menerbitkan Certificate of Weight (COW) dan Certificate of Analysis (COA) sebagai dasar finalisasi transaksi. Hingga pada akhirnya, royalti final dibayarkan setelah transaksi ditutup dalam sistem MVP.
“Jadi hampir dapat dikatakan bahwa setiap langkah dari transaksi ini atau alur penjualan melalui darat ini dilengkapi dengan tanda jejak digital sehingga setiap komoditas yang keluar dapat ditelusuri data-datanya secara real time,” klaim dia.
(azr/wdh)

































