Dalam pernyataan bersama yang menjadi dasar hubungan diplomatik kedua negara lebih dari setengah abad lalu, Jepang menyatakan “sepenuhnya memahami dan menghormati” pandangan China bahwa Taiwan adalah “bagian yang tak terpisahkan” dari wilayahnya, menurut penjelasan Kementerian Luar Negeri Jepang.
Sejak pernyataan Takaichi awal bulan lalu, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi berulang kali menegaskan bahwa sikap Jepang tidak berubah dari tahun 1972. Namun, penegasan itu dinilai belum memuaskan Beijing.
“Yang dilakukan pihak Jepang hanyalah menghindari isu dengan mengklaim bahwa posisinya ‘tetap tidak berubah’,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian pada Senin, setelah Motegi kembali menyampaikan hal serupa Jumat lalu. “Kami mendesak pihak Jepang untuk belajar dari sejarah, melakukan introspeksi, dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh peringatan dari China. Jepang harus segera menarik kembali pernyataan keliru tersebut.”
Hingga kini, Takaichi menolak tuntutan China untuk mencabut pernyataannya, dengan menegaskan berulang kali bahwa posisi Jepang dalam situasi darurat keamanan tetap sama.
Dalam skenario hipotetis terjadinya konflik militer di Selat Taiwan, puluhan ribu tentara AS yang berbasis di Jepang juga berpotensi terlibat. Mereka dapat menjadi sasaran serangan dan meningkatkan risiko Jepang terseret dalam konflik, mengingat aliansi keamanan dengan AS.
Ratusan ribu warga Jepang juga tinggal atau kerap bepergian ke Taiwan, sementara hubungan perdagangan kedua pihak tetap penting bagi Tokyo, khususnya dalam industri semikonduktor.
Pada Konferensi Ekonomi dan Perdagangan Taiwan-Jepang yang digelar Kamis, kedua pihak dijadwalkan menandatangani nota kesepahaman terkait kerja sama bea cukai dan perjanjian perdagangan digital, menurut sebuah pernyataan.
(bbn)

































