Sejak pertama kali ditemukan adanya kandungan gas pada 1973, Lapangan D-Alpha Blok Natuna belum juga digarap atau dieksploitasi.
Raksasa migas asal AS, ExxonMobil sebenarnya sudah mengantongi hak partisipasi atau participating interest (PI) pada 1980. Melalui anak usahanya, Esso Natuna, Exxon menggenggam 50% PI blok tersebut dan 50% sisanya dipegang oleh PT Pertamina (Persero).
Kemudian pada 1996, 26% PI Natuna D Alpha dialihkan ke Mobil Natuna, yang juga anak perusahaan Exxon Mobil. Dengan begitu, ExxonMobil memegang 76% PI Blok Natuna D Alpha dan 24% sisanya dipegang oleh Pertamina.
Pada Januari 1995 juga terdapat kesepakatan yang diteken antara Pertamina dan Esso Natuna yang mengatur batas waktu bagi kontraktur untuk mengajukan komitmen mengembangkan struktur menjadi 9 Januari 2005.
Kemudian, surat komitmen yang disampaikan Esso Natuna sebelum 9 Januari 2005 ternyata tidak disertai feasibility study (FS) yang dapat dipakai untuk memastikan commercial viability.
Gegara ExxonMobil tidak kunjung menggarap blok tersebut akhirnya pemerintah mencabut hak tersebut pada 2007. Pada 2008, pemerintah menyerahkan pengelolaan ladang gas tersebut ke PT Pertamina (Persero).
Perusahaan migas pelat merah itu kemudian membentuk konsorsium yang terdiri dari ExxonMobil, Total Exploration and Production (E&P), Petroliam Nasional Berhad atau Petronas, dan PTT Exploration and Production (PTT EP) Thailand.
Konsorsium itu akhirnya bubar di tengah jalan. ExxonMobil memutuskan untuk hengkang pada 2017 dengan pertimbangan kelayakan bisnis di WK tersebut, diikuti oleh PTT EP tidak berselang lama.
Saat itu, Kementerian ESDM memperkirakan nilai investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan Natuna D-Alpha sekitar US$52 miliar.
Dalam perkembangannya, Blok East Natuna dibagi menjadi 3 wilayah kerja; Arwana-Barakuda, Paus, dan D-Alpha. Di mana mana D-Alpha merupakan blok migas yang paling besar.
Pada 2022, Blue Sky Paus Ltd. memenangkan lelang penawaran langsung WK Paus dengan komitmen investasi pasti 3 tahun pertama sebesar US$14,66 juta.
Meliputi 2 studi G&G, 1 survei G&G, akuisisi dan prosesing data Seismik 3D 200 km2, dan 1 sumur eksplorasi. Terdapat bonus tanda tangan juga sebesar US$200.000.
WK Paus terletak di lepas pantai Natuna Timur dengan potensi sumber daya gas bumi sekitar 2,5 TCF dengan luas area 8.214 km2.
Pertamina Hulu Energi (PHE) akhirnya mengembalikan Blok Natuna D-Alpha kepada pemerintah pada 2022, PHE akhirnya fokus mengembangkan lapangan Arwana dan Barakuda.
PHE melalui PT Pertamina East Natuna mengelola blok East Natuna melalui komitmen investasi awal senilai US$13 juta. Pertamina akan melakukan studi G&G, akuisis dan pengolahan data seismik 3D seluas 430 KM, dan 1 pemboran sumur eksplorasi pada 3 tahun pertama.
Lebih lanjut, Kufpec dikabarkan tengah mengajak Shell Plc. untuk menggarap struktur gas Natuna D-Alpha, Laut Natuna Utara setelah Kufpec melakukan joint study di prospek Natuna D-Alpha pada 2024
Kedua raksasa migas itu masih berdiskusi ihwal kemungkinan kerja sama untuk menggarap salah satu ladang gas terbesar di dunia tersebut.
“Kufpec sedang diskusi dengan Shell untuk mengembangkan struktur gas Natuna D-Alpha,” kata sumber Bloomberg Technoz yang mengetahui perkembangan proyek gas raksasa tersebut, akhir pekan lalu.
Serampung joint study, Kufpec mengundang sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) potensial untuk ikut bergabung pada megaproyek tersebut.
Sejumlah KKKS yang didekati memiliki portofolio di lepas pantai Kepulauan Natuna. Beberapa nama yang sempat berseliweran di antaranya PHE dan PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC).
Kendati demikian, bos MEDC Hilmi Panigoro sebelumnya menampik ihwal keterlibatan grupnya pada megaproyek tersebut. “Tidak ikut,” kata Hilmi di sela pergelaran IPA Convex di ICE BSD, Selasa (20/5/2025).
Sementara itu, sumber Bloomberg Technoz menuturkan, PHE belakangan menarik diri dari tawaran yang diajukan Kufpec.
Alasannya, perusahaan negara itu ingin fokus untuk mengembangkan Blok East Natuna, portofolio PHE yang bersebelahan dengan struktur gas Natuna D-Alpha.
Adapun, perwakilan manajemen Kufpec Indonesia Ichsan Samiron enggan berkomentar ihwal penjajakan yang sedang berlangsung dengan Shell.
“Untuk sementara ini kami belum bisa berkomentar mengenai hal tersebut,” kata Ichsan saat dihubungi.
Di sisi lain, Vice President Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea mengatakan grupnya tengah menjajaki peluang investasi di sisi hulu migas Indonesia.
Susi menerangkan penjajakan itu sejalan dengan evaluasi eksplorasi Shell Global. “Termasuk melalui proses kesepakatan studi bersama hulu migas,” kata Susi saat dikonfirmasi.
Susi enggan berkomentar terkait dengan persamuhan yang tengah berlangsung dengan Kufpec untuk pengembangan Natuna D-Alpha.
Kementerian ESDM tercatat memasukkan area Natuna D-Alpha ke dalam daftar putaran lelang wilayah kerja (WK) migas tahun depan.
Akan tetapi, menurut sumber, kepastian lelang untuk Natuna D-Alpha masih menunggu kejelasan konsorsium yang akan dibentuk Kufpec.
(azr/wdh)

































