Lebih lanjut, pernyataan Hashim juga dinilai bisa membingungkan pelaku industri di Indonesia. Salah satunya, jika nantinya sistem listrik di Indonesia masih berbasis karbon intensif, industri yang sudah berkomitmen akan menggunakan energi baru terbarukan (EBT) akan memiliki pilihan yang terbatas.
“Mungkin dia enggak akan melakukan ekspansi lagi, mungkin tumbuhnya akan berkurang. Amit-amitnya adalah malah hengkang,” jelas dia.
Untuk itu, Deon mendorong pemerintah menyelaraskan pendapat terkait dengan komitmen transisi energi dan pensiun PLTU batu bara. Komitmen tersebut menurutnya akan lebih konkret jika dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Jadi butuh political will dari Presiden yang pernyataannya sudah keluar itu diteruskan dan tidak dibikin ambigu lagi di ring satu presiden maupun di menteri-menterinya dan benar-benar dituangkan dalam suatu regulasi,” tegas Deon.
Sebelumnya, Hashim menyatakan pemerintah tidak akan melakukan phase out terhadap energi fosil. Akan tetapi, dia juga menyatakan Indonesia tetap berkomitmen mengejar ketertinggalan pengimplementasian EBT.
“Ada ketegasan dari pemerintah kita, bahwa tidak ada phase out dari fossil fuels kita. Pemakaian ekonomi Indonesia, terutama industri dan energi listrik Indonesia tetap akan memakai fossil fuels, yaitu batu bara, gas alam, dan lain-lain,” kata Hashim dalam Rapimnas Kadin 2025, ditayangkan secara daring, Selasa (2/12/2025).
Hashim juga memastikan pemerintah berkomitmen akan meningkatkan bauran listrik EBT menjadi 75% dalam 15 tahun kedepan.
Untuk itu, dia menyatakan pemerintah akan melakukan phase down atau mengurangi penggunaan energi fosil dan tidak benar-benar meninggalkan energi fosil tersebut.
“Tidak ada phase out, tidak ada nanti penghapusan, melainkan kita phase down. Ini penting sekali, karena pemerintah kita ditekan-ditekan, dan saya pun juga ditekan untuk komit kita phase out fossil fuels, kita phase out batu bara, minyak, dan lain. Ini kita tolak, kita tetap komit, tetapi namanya phase down,” ucap Hashim.
“Saya kira dunia Indonesia harus mengenal dan bisa tahu ini kita tetap memakai fossil fuels, tetapi mayoritas dari daya listrik yang akan datang berasal dari energi baru dan terbarukan,” tegas dia.
Sebagai catatan, Prabowo menyatakan berjanji untuk mengonversi seluruh pembangkit listrik berbasis batu bara di Indonesia ke energi baru terbarukan (EBT) dalam 15 tahun ke depan.
Pernyataan itu diutarakan di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil tahun lalu, pada sesi yang mengangkat tema Sustainable Development and Energy Transition.
Prabowo menegaskan visi Indonesia untuk mewujudkan emisi nol bersih sebelum 2050, termasuk dengan optimasi penggunaan biodiesel dan konversi PLTU ke EBT. Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki 253 PLTU yang beroperasi di dalam negeri.
“Kami juga memiliki sumber daya panas bumi yang luar biasa, dan kami berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil dalam 15 tahun ke depan. Kami berencana untuk membangun lebih dari 75 gigawatt tenaga terbarukan dalam 15 tahun ke depan,” tegasnya dikutip dari laman Sekretariat Presiden, Kamis (21/11/2024).
Ambisi Prabowo memadamkan seluruh PLTU di dalam negeri dalam 15 tahun dihadapkan pada fakta bahwa hingga saat ini, bauran energi primer dalam penyediaan tenaga listrik di dalam negeri justru makin didominasi oleh batu bara.
Kementerian ESDM melaporkan kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik Indonesia mencapai 107 gigawatt (GW) per Oktober 2025. Dari besaran itu, porsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) tercatat sebesar 14,4% atau sebesar 15,47 GW.
Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan bahwa pembangkit listrik tenaga fosil masih mendominasi dengan porsi sebesar 85,6% atau sebesar 91,76 GW.
Tri menjelaskan dari total porsi pembangkit EBT sebesar 14,4% terbagi kembali menjadi sejumlah jenis pembangkit. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) mendominasi pembangkit EBT dengan porsi 7,1% atau setara 7,57 GW.
Selanjutnya, pembangkit listrik tenaga biomassa tercatat memiliki porsi sebesar 3% atau setara 3,17 GW. Lalu, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) memiliki porsi sebesar 2,6% atau sebesar 2,74 GW.
Kemudian, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menyumbang sekitar 1,3% dari total pembangkit dengan kapasitas terpasang sebesar 1,37 GW. Selanjutnya, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) tercatat hanya sekitar 0,1% atau baru sebesar 0,15 GW.
Tri juga menyampaikan bahwa pembangkit listrik tenaga gas batu bara (PLTGB) masuk ke dalam pembangkit EBT, dengan porsi sebesar 0,4% atau memiliki kapasitas terpasang sebesar 0,45 GW.
Sementara itu, pembangkit energi fosil khususnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara memegang porsi terbesar dalam pembangkit listrik Indonesia yakni sebesar 55,1% atau setara 59,07 GW.
Selanjutnya, pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) tercatat memiliki porsi sebesar 24,5% terhadap total pembangkit listrik Indonesia. Kapasitas terpasang dari PLTG per Oktober 2025 mencapai 26,28 GW.
Terakhir, Kementerian ESDM melaporkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) tercatat memiliki porsi sebesar 6% dengan total kapasitas terpasang sebesar 6,41 GW.
(azr/wdh)
































