Logo Bloomberg Technoz

Penurunan yield atau imbal hasil ini mengindikasikan kenaikan harga obligasi, tanda bahwa investor sedang memburu likuiditas dan kestabilan durasi menengah, khususnya ketika kondisi suku bunga global menunjukkan tanda-tanda pelonggaran. 

Kondisi ini konsisten dengan pola umum yang terjadi di pasar, yaitu saat ketidakpastian menurun dan ekspektasi easing meningkat, investor cenderung menambah posisi di segmen tenor pendek sampai menengah untuk mendapatkan imbal hasil lebih cepat. 

Sedangkan, dinamika berbeda terjadi pada tenor panjang. Yield SUN bertenor panjang 10 tahun mengalami kenaikan 2,2 bps menjadi 6,3%. Kenaikan yang relatif kecil ini cukup kontras dengan pergerakan tenor menengah dan dapat mengindikasikan dua hal. 

Pertama, investor mungkin masih berhati-hati terhadap prospek fiskal dan arah kebijakan jangka panjang. Meski pemerintah Indonesia sudah berhasil menghimpun pembiayaan fiskal secara konsisten sepanjang tahun, tetapi penerbitan bruto Surat Berharga Negara yang cukup tinggi ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri terkait kapasitas penyerapan pasar. 

“Kemungkinan mencerminkan sikap konservatif investor merespons hasil penerbitan lelang bruto SBN yang sudah mencapai Rp1.320,83 triliun untuk penggunaan tahun fiskal 2025,” papar Lionel Priyadi Fixed Income & Macro Strategist, Mega Capital Sekuritas, Rabu (3/12/2025). 

Kedua, kenaikan yield jangka panjang ini memperlihatkan lebih tingginya risiko jangka panjang daripada risiko jangka pendek dan menengah. Investor agaknya berhitung kemungkinan pelebaran defisit 2026, kebutuhan pembiayaan program baru, serta adanya ketidakpastian atas kecepatan penurunan suku bunga global. 

Melansir laporan Samuel Sekuritas, lonjakan volume tersebut mengindikasikan investor institusi kembali masuk pasar dengan alokasi besar setelah likuiditas les pekan lalu.

“Namun, tekanan dari kenaikan yield US Treasury dan ketidakpastian suku bunga global dapat membatasi ruang penguatan,” papar Samuel Sekuritas dalam laporannya hari ini.

Pasar memang merespons positif data-data ekonomi yang rilis pada awal pekan ini, akan tetapi tetap akan melihat fundamental ekonomi makro Indonesia secara menyeluruh, khususnya dalam jangka panjang. Semakin besar penerbitan utang, semakin besar pula risiko tekanan yield jangka panjang.  

Perolehan lelang kemarin memang menggambarkan pasar obligasi Indonesia masih menjadi destinasi menarik bagi investor memarkirkan uangnya. Namun, perbedaan yield antar tenor (jangka pendek, menengah, dan panjang) mengindikasikan bahwa pemulihan sentimen belum merata. 

Positifnya respons pasar obligasi masih cenderung bersifat selektif. Di tengah persaingan global menggaet investor masuk ke pasar domestik, pemerintah Indonesia setidaknya perlu menjaga kredibilitas fiskal dan stabilitas makro, supaya rebound ini bisa terus berlanjut. 

(dsp/aji)

No more pages