Logo Bloomberg Technoz

Sementara itu, pengadaan migas dari AS, membutuhkan waktu 30 hingga 60 hari untuk proses pengangkutan dan proses administrasi.

“Menurut saya persiapannya cukup mepet, bukan tidak bisa, tetapi membutuhkan kerja keras dan kerja sama para pihak agar benar-benar bisa dipercepat prosesnya,” terang dia.

Sebagai informasi, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) sebelumnya mengaku terbuka mengimpor BBM jenis bensin RON 90 setara Pertalite dari AS, guna menebalkan pasokan perseroan dalam menghadapi momen Nataru.

Corporate Secretary PPN Roberth MV Dumatubun menjelaskan hingga kini penyaluran Pertalite 1%—5% masih di bawah kuota yang ditetapkan pemerintah untuk sepanjang 2025 sebanyak 31,2 juta kiloliter (kl).

Dengan demikian, perusahaan masih memiliki kesempatan untuk menambah pasokan guna memitigasi kenaikan pergerakan masyarakat dan permintaan BBM pada masa Nataru.

Roberth menyatakan penambahan stok tersebut akan berasal dari produksi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan impor langsung yang dilakukan PPN.

Dalam hal ini, impor tersebut bisa saja dilakukan dari AS guna menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan kesepakatan tarif resiprokal dengan Presiden Donald Trump.

Dalam kaitan itu, Roberth mengaku sudah mendapatkan informasi bahwa impor BBM yang dilakukan dari AS akan mencapai sekitar 40% dari total pengadaan Pertamina.

“Macam-macam [asal impor kami]. Pasar impor kami kan berdasarkan kebijakan pemerintah sudah ada untuk menyerap yang dari AS. Di luar itu juga kalau AS kan setara 40% seperti kebijakan pemerintah. Selebihnya, itu juga dilakukan dengan penyedia yang ada di lokasi lain,” kata Robeth di sela konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).

Meskipun begitu, Roberth tidak dapat memastikan kapan PPN akan melakukan impor dari AS tersebut. Dia hanya memastikan impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri akan dilakukan melalui proses pengadaan yang berlaku.

“Jadi pada saat kita bicara ketahanan stok, ini dia adalah bagaimana proses komoditasnya ini keluar masuk. Nah, ini yang harus kita jaga, sehingga tentunya saat ini Pertamina Patra Niaga masih melakukan negosiasi dan perencanaan untuk kemudian melaksanakan kegiatan impor dalam mengenai kebutuhan itu,” ucap dia.

“Untuk berapa-berapanya, tentunya pasti ini nanti akan di-update pada saat kemudian negosiasi itu sudah berjalan. Prinsipnya, ketersediaan Pertalite untuk masa Nataru ini tidak perlu khawatir,” Roberth menegaskan.

Rencana pembelian komoditas migas itu sebelumnya menjadi muatan perundingan dagang dengan pemerintah AS, usai Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 19% atau lebih rendah dari rencana tarif awal 32%.

Adapun, nilai paket impor migas dari AS itu ditaksir mencapai US$15 miliar untuk mengimbangi surplus neraca dagang dengan AS saat ini.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan impor komoditas migas dari AS tersebut mulai dilakukan tahun ini.

Airlangga menjelaskan hingga saat ini masih belum terdapat kontrak jual–beli migas yang diteken Indonesia dengan AS. Akan tetapi, dia tetap menargetkan realisasi pembelian sejumlah komoditas migas tersebut dilakukan pada sisa tahun ini.

“Nanti kita akan bahas sesudah perjanjian itu ditandatangani. Ditargetkan seperti itu [realisasi tahun ini],” kata Airlangga kepada awak media, di CEO Insight 2025, Selasa (4/11/2025).

(azr/wdh)

No more pages