Aksi jual terjadi setelah BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) bertenor 12 bulan menjadi 4,85% pada Jumat pekan lalu untuk menyerap likuiditas yang beredar di pasar. Alhasil, kenaikan yield tidak terbendung.
Meski sebenarnya yield SUN di Indonesia cukup atraktif dibanding rencana penurunan suku bunga The Fed di Amerika Serikat (AS), pasar tetap mewaspadai sejumlah ketidakpastian di pasar domestik.
Awal Desember mendatang, akan dirilis sejumlah data penting seperti PMI manufaktur, inflasi, sampai kinerja perdagangan luar negeri. Malam ini, Bank Indonesia (BI) akan menggelat acara Pertemuan Tahunan yang di dalamnya akan dipaparkan proyeksi dan target-target ekonomi untuk tahun depan.
Sementara dari global, AS tetap berusaha merebut pasar Asia dari dominasi China, termasuk Indonesia. Namun, melansir Bloomberg, tim negosiasi Indonesia berhasil menolak klausul yang disebut ‘poison pill’ dalam perjanjian perdagangan.
AS berupaya memperluas penggunaan klausul itu dengan mengancam akan mengakhiri perjanjian jika negara mitra dagang tidak mendukung kepentingan esensialnya.
“Klausul itu membatasi kebebasan Indonesia, kami tidak setuju karena ini menyangkut kedaulatan ekonomi,” ujar salah satu sumber seperti dikutip Bloomberg News, Jumat (25/11/2025).
Penolakan ini mengindikasikan kekuatan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan internasional. “Indonesia memegang kartu yang lebih baik daripada Malaysia. Ekonominya tiga kali lebih besar,” kata Simon Evenett, profesor geopolitik dan strategi di IMD Business School, Lausanne, Swiss.
(dsp/aji)






























