Hendra menilai Purbaya seharusnya menggelar audiensi dengan penambang ketika meramu pengenaan bea keluar (BK) batu bara untuk mendapat perspektif dari pelaku usaha.
“Pak Purbaya harusnya mengundang kita juga dengar sama-sama,” tegas Hendra.
Sebelumnya, Purbaya memastikan akan mengenakan tarif bea keluar untuk komoditas batu bara pada 2026 untuk mendukung hilirisasi dalam negeri. Saat ini, kata dia, pembahasan masih terus dibicarakan oleh pemerintah.
Purbaya mengaku tidak mempermasalahkan dengan adanya penolakan dari kalangan pengusaha batu bara soal rencana tersebut.
Dia menilai saat ini keuntungan yang diperoleh pemerintah dari hasil ekspor batu bara lewat royalti terbilang masih kecil dibandingkan skema gross split migas.
"Sebagian dari kita melihat dibandingkan komoditas lain seperti minyak, batu bara itu lebih sedikit [royalti yang diperoleh pemerintah]. Kalau minyak kan 85:15, batu bara lebih kecil dari itu," tutur dia.
Dia juga memastikan rencana tersebut tidak serta-merta akan memengaruhi harga batu bara di dalam negeri.
"Hanya untung mereka saja nanti yang lebih sedikit. Kalau dia naikin harga, ya nggak laku [nanti]," sambungnya menegaskan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Tri Winarno menyatakan sudah menyiapkan formulasi pengenaan bea keluar beserta tarifnya.
Menurut Tri, bea keluar akan dikenakan ketika harga komoditas tersebut menyentuh level tertentu, sehingga jika harga sedang rendah, tarif pajak tersebut tidak akan diberlakukan.
Tri mengklaim pengenaan bea keluar batu bara tidak akan membuat penambang rugi sebab akan diimplementasikan secara fleksibel.
“Kita harus menghitung bagaimana industri tetap sustain, tetapi penerimaan negara juga optimal. Jangan juga kita membuat industri itu jadi bangkrut karena adanya tambahan beban yang harus dibayar,” kata Tri kepada awak media, Kamis (27/11/2025).
(azr/naw)




























