Logo Bloomberg Technoz

Pertama, adalah lantaran Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar ketiga di dunia. Namun, sebagian besar masih diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai tambah rendah.

Sejak 2022, harga batu bara acuan (HBA) menunjukkan tren menurun hingga saat ini. Prospek kuartal terakhir 2025 diperkirakan berada di US$77,8/ton, sehingga rata-rata harga sepanjang tahun ini sebesar US$98/ton.

Pertimbangan selanjutnya adalah guna mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi. Hal lainnya adalah mempertimbangkan usulan dari Kementerian teknis, dalam hal ini ESDM untuk rencana pengenaan bea keluar emas hitam tersebut.

"[Rencana] tarif bea keluar ini akan menjadi konsisten untuk mendukung hilirisasi dan aktivitas perekonomian yang lebih banyak di Indonesia," ujar Febrio dalam rapat bersama Komisi XI DPR, belum lama ini.

"Batu bara ini merupakan kalau dari sisi SDA [Sumber Daya Alam], ini salah satu sumber penerimaan pajak dan juga PNBP terbesar untuk perekonomian kita."

Hanya saja, Febrio mengatakan, otoritas fiskal saat ini masih belum mengungkapkan waktu rencana itu akan diterapkan. Saat ini, pembahasan pengenaan besaran tarif masih dibahas bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi memperkirakan kebijakan baru berupa penerapan bea keluar ekspor komoditas emas dan batu bara berpotensi meningkatkan penerimaan negara sekitar Rp2 triliun hingga Rp6 triliun.

Bendahara Negara menjelaskan rencana pemerintah menetapkan bea keluar terhadap komoditas emas dan batu bara tak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mengetahui seberapa besar volume dan nilai ekspor emas yang dilakukan oleh Indonesia.

"Jadi kita lihat nanti ada potensi income (pendapatan) apa yang bisa kita dapat dari pertambangan itu. Saya tidak estimasi, pokoknya triliunan lah. Rp2 triliun sampai Rp6 triliun lah," sebut Purbaya usai menghadiri Peluncuran Bloomberg Businessweek Indonesia di Jakarta, Kamis (20/11/2025) lalu.

(lav)

No more pages