“Sementara untuk sektor Pertalite diperkirakan di bawah 10% dari kuota 2025,” ungkap dia.
Secara umum, Ega menjelaskan perseroannya telah menjual sebanyak 87 juta kiloliter (kl) BBM dan 41% di antara merupakan BBM non-subsidi per Oktober 2025.
Di sisi lain, Pertamina Patra Niaga telah memblokir 394.000 nomor plat kendaraan yang teridentifikasi melakukan kecurangan atau fraud. Pemblokiran dilakukan untuk mengantisipasi dan memitigasi penyalahgunaan BBM di SPBU.
“Selain itu selama 2025 kami juga telah melakukan pembinaan terhadap 544 SPBU,” kata dia.
Migrasi Konsumsi
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan penjualan harian bensin bersubsidi Pertalite turun 5,1% dari 81.106 kiloliter (kl)/hari pada 2024 menjadi 76.970 kl/hari sampai dengan Juli 2025. Walhasil, anggaran kompensasi bisa dihemat hingga Rp12,61 triliun.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengatakan telah terjadi shifting atau pergeseran konsumen yang tadinya menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin RON 90 atau Pertalite dan beralih kepada RON yang lebih tinggi.
Berbanding terbalik, lanjutnya, penjualan bensin nonsubsidi justru naik dari 19.061 kl/hari pada 2024 menjadi 22.723 kl/hari, terkerek 19,21% pada 2025 sampai dengan Juli.
“Sebenarnya ini, kalau dikaitkan dengan besaran kompensasi, maka kompensasi Pertalite itu turun dari Rp48,92 triliun pada 2024, diproyeksikan bisa terjadi efisiensi sehingga menjadi Rp36,31 triliun. Artinya, ada efisiensi sebesar Rp12,61 trillin atau 25,77%,” ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).
(azr/naw)






























