Untuk itu, Bambang menyarankan pemerintah menunda implementasi B50 sembari menggencarkan program peralihan penggunaan truk berbasis kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Di sisi lain, dia memandang langkah tersebut perlu dilakukan sembari pemerintah memperbaiki standar kualitas biodiesel yang dipasarkan.
Pendanaan Dicabut
Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menyatakan penambang sudah cukup terbebani ketika ‘subsidi’ biodiesel dibatasi khusus sektor pelayanan publik atau public service obligation (PSO)—pada program B40.
Dengan begitu, Hendra memandang peningkatan mandatori campuran biodiesel tersebut akan menambah beban penambang. Terlebih, kata dia, hal tersebut terjadi ketika sejumlah harga komoditas tambang tengah terjerembab.
“Dengan ditingkatkan jadi B50 hal ini tentu akan menambah beban pelaku usaha apalagi di tengah tren turunnya harga komoditas,” kata Hendra ketika dihubungi, Jumat (14/11/2025).
Lain sisi, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai pemerintah perlu memberikan dispensasi untuk sektor pertambangan agar tidak serentak diwajibkan menggunakan B50.
Bisman memandang kelonggaran tersebut diperlukan untuk memberi waktu bagi perusahaan pertambangan mempersiapkan penggunaan B50, jika tidak maka pemerintah didorong memberikan insentif untuk sektor tersebut atau memberikan kompensasi bagi perusahaan yang menjalankan mandatori B50.
“Dampaknya cukup besar terutama terkait dengan operasional yang potensial bisa terganggu karena spesifikasi alat berat dan lainya, serta dampak potensi naiknya anggaran atau cost bagi perusahaan,” kata Bisman ketika dihubungi, Jumat (14/11/2025).
Bisman memahami kebijakan B50 dicanangkan untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi emisi.
Akan tetapi, dia menilai kebijakan tersebut akan memberatkan sektor pertambangan jika diterapkan dalam waktu dekat sebab penambang perlu mengeluarkan dana lebih untuk merawat alat berat serta alat transportasi pengangkutan.
“Jika diterapkan dalam waktu dekat ini pasti akan memberatkan sektor pertambangan, baik karena masalah teknis khususnya terkait dengan mesin dan peralatan transportasi juga masalah keekonomian,” tegas Bisman.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa hasil awal uji coba penggunaan campuran biodiesel B50 membuat filter kendaraan lebih cepat rusak dan daya mesin sedikit lebih rendah dibandingkan dengan B40.
“Umur filter dari penggunaan B50 memang cenderung lebih pendek. Misalnya umur filter tiga bulan menjadi dua bulan. Ada perbedaan sekitar 10%—20% performa dari filter tersebut,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam rapat bersama Komisi XII, Selasa (11/11/2025) malam.
“Daya yang dihasilkan juga lebih rendah sekitar 10%—20% dibandingkan dengan B40,” tambahnya.
Eniya mengatakan uji laboratorium B50 telah dimulai dijadwalkan dan berlangsung selama enam bulan ke depan. Penerapan B50 pun diharapkan akan menekan impor solar.
“Kita sudah melakukan uji laboratorium dari komponen bahan bakar minyak yang digunakan. Ada dua jenis solar dan beberapa komposisi bahan bakar nabati yang diuji,” ujarnya.
Uji laboratorium dilakukan di Lemigas bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM meliputi pengujian karakteristik bahan bakar, chassis dynamometer, filter clogging, serta uji presipitasi dan stabilitas penyimpanan.
Dia menjelaskan pengujian tahap awal tersebut juga mencakup campuran bahan bakar solar dengan berbagai komposisi bahan baku minyak kelapa sawit. Menurutnya, solar dengan kadar sulfur rendah lebih ideal digunakan dalam campuran tersebut.
Sekadar catatan, mandatori biodiesel B40 pada tahun ini saja telah beberapa kali dikeluhkan oleh berbagai pelaku industri sektor pertambangan mineral dan batu bara. Mandatori tersebut padahal akan makin ditingkatkan menjadi B50 awal tahun depan.
Berbeda dengan B35, B40 tidak sepenuhnya didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui dana hasil pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Sebagai perbandingan, pendanaan biodiesel B40 dari BPDPKS hanya diberikan untuk sektor pelayanan publik atau public service obligation (PSO) dengan volume sebanyak 7,55 juta kiloliter (kl).
Adapun, sisanya untuk segmen biodiesel B40 non-PSO sebanyak 8,07 juta kl dijual dengan harga nonsubsidi. Hal ini berbeda dengan skema pendanaan program biodiesel sebelumnya yang diberikan untuk seluruh volume produksi, tidak hanya untuk PSO.
Bagaimanapun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan uji coba biodiesel B50 telah mencapai tahapan final sehingga mandatorinya tetap bisa dijalankan sesuai rencana awal pada 2026.
Menurut Bahlil, saat ini biodiesel B50 sudah melalui tiga kali uji coba, meski uji finalnya masih membutuhkan waktu sekitar 6—8 bulan.
“Kita sudah uji [B50] tiga kali, sekarang uji yang terakhir itu kan butuh waktu sekitar 6—8 bulan, kita uji di mesin kapal, kereta, dan alat-alat berat. Semua sudah clear dan sudah keputusan untuk kita pakai B50,” ujarnya kepada awak media, Kamis (9/10/2025).
(azr/wdh)

































