"Kami mendorong DJP untuk melakukan pemeriksaan lebih jauh, sehingga kerugian-kerugian itu bisa dikejar dan ditarik kembali ke negara," tutur Novel.
"Sebenarnya langkah itu sudah dilakukan, tapi yang sekarang disidak, yang terjadi secara fisik ang pasti itu fatty matter, karena POME sudah nggak ada. Lebih lengkapnya DJP yang menyampaikan."
Sebelumnya, DJP tengah mengusut dugaan pelanggaran ketentuan ekspor POME. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, hal tersebut terjadi usai adanya temuan dugaan pelanggaran produk fatty matter.
"Saat ini masih dalam proses investigasi tim di Direktorat Jenderal Pajak, khususnya di Direktorat Penegakan Hukum," ujar Bimo kepada wartawan usai konferensi pers pengamanan tersebut.
Bimo mengatakan, indikasi penyelewengan ekspor itu terjadi sejak 2021 hingga 2024 yang berasal dari 257 wajib pajak (WP), dengan total nilai pemberitahuan ekspor barang (PEB) mencapai sekitar Rp45,9 triliun.
Dugaan bermula dari sejumlah eksportir melaporkan ekspor sebagai POME Oil (HS Code 230690) untuk menghindari kewajiban Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) sesuai ketentuan yang berlaku.
Padahal, POME sejatinya merupakan limbah cair hasil pengolahan CPO dengan kadar minyak hanya sekitar 0,7% dan tidak layak secara ekonomis untuk diekspor dalam jumlah besar.
Data internalnya juga menunjukkan bahwa volume ekspor POME justru melampaui volume ekspor CPO nasional, serta ditemukan perbedaan signifikan antara data ekspor Indonesia dan data impor negara tujuan atau mirror gap. Tetapi, DJP tidak memerinci lebih lanjut.
"Ini masih dugaan apakah itu sebenarnya produk POME atau bukan, tetapi saat ini masih dalam proses investigasi," tutur Bimo.
Raup Triliunan Rupiah
Di tengah pengusutan dugaan pelanggaran tersebut, pemerintah mencatat setidaknya telah mengantongi pendapatan hingga triliunan rupiah dari kepabeanan khusus bea keluar sejak periode 2021 hingga 31 September 2025.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada 2021, misalnya, otoritas fiskal mencatat telah menerima bea keluar mencapai sebesar Rp34,57 triliun, yang salah satunya dikontribusikan oleh Bea keluar CPO.
Di tahun selanjutnya atau 2022, pemerintah tercatat meraup penerimaan bea keluar lebih tinggi atau sebesar Rp39,8 triliun, naik sekitar 15% dibandingkan tahun sebelumnya.
Lalu, pada 2023, penerimaan tercatat mengalami penyusutan hingga mencapai sebesar 65,1% menjadi hanya sebesar Rp13,9 triliun, sebelumnya akhirnya kembali naik menjadi Rp20,9 triliun sepanjang 2024.
Hingga 31 September 2025, penerimaan juga tercatat telah meraup penerimaan bea keluar sebesar Rp21,4 triliun.
(lav)































