“Target ini diharapkan tercapai dalam lima hingga tujuh tahun ke depan, tergantung pada project delivery, regulasi, kesiapan infrastruktur, dan dukungan pemerintah,” tambahnya.
Menurut Mirza, arah transformasi perusahaan saat ini difokuskan pada tiga pilar utama, yakni pengelolaan limbah (waste management), kendaraan listrik, dan energi terbarukan. Ketiganya akan menjadi fondasi utama untuk mencapai visi TBS sebagai perusahaan energi berkelanjutan menuju target netral karbon pada 2030.
Bisnis Hijau Mulai Jadi Penopang Utama
Dari laporan keuangan hingga kuartal III/2025, TBS membukukan pendapatan konsolidasian sebesar US$288,2 juta, turun 14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama akibat pelemahan harga batu bara global.
Meski demikian, kontribusi segmen hijau menunjukkan peningkatan signifikan. Segmen pengelolaan limbah kini menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi sekitar 39% terhadap total pendapatan, meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja keuangan perseroan pada periode tersebut juga dipengaruhi oleh rugi non-tunai (non-cash loss) yang bersifat satu kali (one-time) akibat transaksi divestasi dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Salah satu tonggak penting pada 2025 adalah peluncuran identitas baru CORA Environment, menggantikan Sembcorp Environment di Singapura. Melalui CORA, TBS memperluas kapabilitas waste-to-energy di tingkat regional sekaligus mempercepat transfer teknologi ke Indonesia.
CORA kini didukung lebih dari 700 karyawan dan 300 armada operasional, dengan layanan pengumpulan, daur ulang, insinerasi, serta pemulihan sumber daya berbasis digital. Dalam lima tahun mendatang, CORA menyiapkan investasi lebih dari S$200 juta untuk memperkuat jaringan pengelolaan limbah dan membangun infrastruktur recycling yang ditargetkan selesai pada 2026.
“Fokus kami bukan hanya pada waste-to-energy, tetapi pada waste management secara menyeluruh dari pengumpulan, pemrosesan, hingga daur ulang. Kami ingin menjadi end-to-end player di sektor pengelolaan limbah,” jelas Mirza.
Mirza menambahkan, kebutuhan investasi untuk memperkuat pilar ini cukup besar. Sebagai perusahaan publik, TBS memiliki berbagai opsi pendanaan, mulai dari pembiayaan bank, pasar obligasi, hingga pendanaan strategis bila diperlukan.
“Total kebutuhan investasi untuk pengembangan waste management mencapai sekitar S$200 juta. Kami menggunakan pendekatan yang fleksibel, baik untuk pembiayaan organik maupun akuisisi aset baru,” ujar Mirza.
(dhf)


































