Dalam sepekan, atau dalam 6 hari perdagangan, indeks ini kembali menguat 1,46% secara point–to–point. Selama sebulan ke belakang, DXY berhasil melesat 1,91%.
Dolar AS terungkit lagi oleh isu perang tarif yang digelorakan oleh Presiden AS Donald Trump.
Presiden Donald Trump mengatakan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 100% terhadap China serta pengendalian ekspor untuk semua jenis perangkat lunak penting mulai 1 November.
Pengumuman ini disampaikan hanya beberapa jam setelah ia mengancam pembatalan pertemuan dengan Presiden China, Xi Jinping.
Langkah tersebut memunculkan kembali kecemasan pasar akan gangguan perdagangan global yang dapat membuat dua ekonomi terbesar dunia itu praktis memutuskan hubungan, sekaligus meningkatkan tensi dalam negosiasi perdagangan berisiko tinggi antara Trump dan Xi.
“Pasar Asia sedang berada dalam mode risk-off setelah ancaman tarif 100% dari Trump kembali memunculkan kekhawatiran akan eskalasi baru dalam ketegangan dagang AS–China,” ujar Lloyd Chan, Analis Strategi di MUFG Bank Ltd, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Selain ketegangan tarif, pelemahan mata uang Asia turut dipicu oleh pemangkasan suku bunga mendadak di Indonesia dan Filipina, yang memicu spekulasi langkah serupa di negara lain di kawasan ini. Di sisi lain, pejabat Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menyampaikan sikap hati-hati terhadap pemangkasan suku bunga lanjutan, yang memperkuat posisi dolar AS dan menambah tekanan bagi mata uang regional.
(fad)
































