Apabila dua support itu jebol, maka rupiah berisiko kembali melemah ke arah Rp 16.650/US$. Support terjauh atau target paling pesimistis adalah Rp 16.680/US$.
Jika rupiah kembali menguat hari ini, maka resistance yang menarik dicermati ada di level Rp 16.500/US$. Resistance lanjutan ada di rentang Rp 16.450-16.400/US$.
Sentimen Rupiah Hari Ini
Salah satu sentimen yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah penutupan pemerintahan AS yang masih berlangsung, di tengah–tengah itu, Bureau of Labor Statistics (BLS) telah memanggil kembali sebagian staf untuk menyelesaikan laporan inflasi penting yang akan digunakan untuk menghitung kenaikan tunjangan Social Security tahun depan, menurut seorang pejabat Departemen Tenaga Kerja yang mengetahui masalah tersebut, mengutip Bloomberg News.
Sebelumnya, BLS menghentikan seluruh operasinya, termasuk pengumpulan data dan publikasi statistik ekonomi, akibat penghentian sebagian kegiatan pemerintah.
Sejumlah data penting ekonomi AS jadi penantian, tim riset Bloomberg Economics termasuk Megan O'Neil dan Estelle Ou, memaparkan, penjualan ritel utama di Amerika Serikat kemungkinan tumbuh 0,4% pada September, melambat dari 0,6% pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh penjualan mobil, terutama karena konsumen bergegas membeli kendaraan listrik sebelum subsidi federal usai pada September.
Selain itu, pengeluaran rumah tangga berpendapatan tinggi — yang kekayaannya terdongkrak oleh reli pasar saham selama musim panas — juga ikut menopang belanja konsumen. Laporan resmi diagendakan rilis pada 16 Oktober.
Yang lebih penting, penjualan ritel kelompok inti — yang mengecualikan mobil, bensin, jasa makanan, dan bahan bangunan, serta menjadi komponen utama dalam perhitungan PDB — diprediksi melambat menjadi 0,3% setelah belanja online melonjak pada Agustus akibat diskon besar musim yang disebut back-to-school.
Biarpun terjadi sedikit perlambatan, lanjut riset Bloomberg Economics, tren percepatan penjualan selama musim panas menunjukkan konsumsi pribadi tetap kuat, dengan laju pertumbuhan tahunan diestimasikan mencapai 3,0%, menguat dari 2,5% pada Kuartal kedua.
Dalam riset yang sama juga menyebut laporan inflasi AS (CPI) bulan September diprediksi akan terjadi pendinginan moderat akibat dorongan deflasi dari tarif hotel dan harga tiket penerbangan, serta melambatnya efek kenaikan harga akibat tarif impor.
Dalam kesempatan terpisah, riset Bloomberg Economics terdiri dari Stuart Paul dan Eliza Winger mengestimasikan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat pada Kuartal IV–2025. Namun, revisi naik terhadap PDB kuartal II–2025, ditambah dengan prediksi yang solid untuk kuartal III–2025, menunjukkan ekonomi AS kemungkinan akan tumbuh sebesar 2,0% sepanjang tahun ini, dibanding 2,4% pada tahun lalu.
“Ketahanan ini terjadi meski inflasi masih tinggi dan ketidakpastian kebijakan perdagangan tetap membayangi,” jelas tim riset Bloomberg Economics.
Biarpun prospek pertumbuhan dan inflasi yang lebih kuat, The Fed diproyeksikan tidak akan menahan diri untuk memangkas suku bunga.
“Kami memperkirakan akan ada pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin sepanjang sisa tahun 2025, dan tambahan 75 basis poin pada tahun depan.”
Sikap ini mencerminkan pendekatan dovish yang memprioritaskan risiko pelemahan di pasar tenaga kerja.
Dengan pelonggaran kebijakan moneter serta dukungan seperti insentif belanja modal (capex), pemotongan pajak, dan deregulasi, ekonomi AS kemungkinan akan terus tumbuh secara moderat hingga tahun 2026.
(fad/aji)




























