Logo Bloomberg Technoz

Libatkan BUMN

Dia menilai untuk mengimplementasikan B50, pemerintah tak bisa hanya mengandalkan pasokan CPO dari swasta, terlebih harga komoditas tersebut terus mengalami kenaikan.

“Oleh karenanya, pemerintah harus punya sumber suplai sendiri, baik yang dikelola PTPN, Agrinas Palma, atau koperasi-koperasi petani sawit. Jangan sampai mereka ikut-ikutan menjual CPO nya ke pasar internasional demi mengejar keuntungan,” ungkapnya.

Selain itu, Syaiful juga memandang pemerintah perlu memandatorikan perusahaan pelat merah agar CPO yang diproduksi dapat diperuntukan untuk sumber bahan baku biodiesel B50.

Di sisi lain, pemerintah juga sedang menggencarkan memulihkan lahan sawit ilegal agar bisa kembali dikuasai negara. Menurut dia, Agrinas Palma selaku perusahaan pelat merah yang mengelola perkebunan sawit tersebut dapat memaksimalkan produksinya untuk memasok kebutuhan biodiesel.

“Kalau mandatori pemerintah kepada tiga badan usaha tersebut tidak jelas maka akan sulit bagi pemerintah untuk mengejar target B50,” pungkas dia.

Dihubungi secara terpisah, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan total produksi CPO sepanjang Januari—Juli 2025 mencapai 30,59 juta ton dan 14,3 juta di antaranya dimanfaatkan untuk dalam negeri, sementara 19,2 juta sisanya di ekspor.

Berdasarkan kebutuhannya, di dalam negeri sektor pangan mengonsumsi sekitar 5,7 juta ton CPO, oleokimia 1,3 juta ton CPO, dan biodiesel sebesar 7,2 juta ton CPO.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir, produksi CPO stagnan di sekitar 50 juta ton. Perinciannya; 2022 realisasi produksi sebanyak 46,7 juta ton; 2023 sejumlah 50,6 juta ton; dan 2024 sebesar 48,1 juta ton.

“Konsumsi kita terus meningkat karena mandatori biodiesel, untuk B40 saja apabila ini berjalan dengan lancar, maka total konsumsi diperkirakan akan mencapai 24 juta ton,” kata Eddy saat dihubungi, Kamis (25/9/2025).

Dia memprediksi, apabila implementasi mandatori B50 tetap dilakukan pada tahun depan, total konsumsi CPO yang diprediksi sebesar 24 juta ton akan meningkat 3 juta ton menjadi sekitar 27 juta ton.

“Untuk [kebutuhan] produksi berapa? Tinggal kita mau menjaga ekspor di angka berapa, tinggal dihitung saja, kebutuhan pangan saat ini 10—11 juta ton,” tegas dia.

Pengukuran curah hujan menjelang uji coba biodiesel berbasis kelapa sawit 40% di Dieng, Jawa Tengah./Bloomberg-Dimas Ardian

Untuk diketahui, Indonesia dianggap bakal menghadapi kesulitan untuk menjalankan program mandatori biodiesel B50 atau bauran solar dengan 50% bahan bakar nabati berbasis minyak sawit pada 2026.

Dalam laporan BMI, lengan riset Fitch Solutions bagian dari Fitch Group, kapasitas pabrik biodiesel domestik dinilai masih terbatas untuk mengakomodasi peningkatan bauran CPO tersebut.

Tim analis BMI memproyeksikan kebutuhan solar bakal mencapai 40,9 juta kiloliter (kl) pada 2026, atau naik 6,5% secara tahunan. Dengan demikian, porsi bauran CPO 50% bakal mengerek kebutuhan biodiesel mencapai 20,5 juta kl saat itu.

“Melampui kapasitas saat ini,” tulis tim analis BMI dalam laporan bertajuk Indonesia Biofuel Outlook —Ambitions of B50 in 2026 Unlikely to be Met, awal pekan ini.

BMI menambahkan kapasitas pengolahan biodiesel domestik itu bakal tetap terbatas pada 2026 kendati tren konsumsi solar tumbuh lebih lambat dari perkiraan. Alasannya, kapasitas produksi biodiesel domestik saat ini baru mencapai 19,6 juta kiloliter.

Dengan proyeksi permintaan solar sebesar 38,5 juta kl tahun ini, mandat B40 relatif masih terjangkau dengan kebutuhan biodiesel mencapai 15,4 juta kl.

Angka itu setara dengan pemanfaatan 78,6% kapasitas produksi biodiesel saat ini, kendati terdapat kenaikan konsumsi biodiesel domestik sebesar 6,1% dibandingkan dengan posisi 2024.

“Dengan asumsi proyeksi mengenai pertumbuhan konsumsi solar 6,5% pada 2026, kebutuhan solar jalan raya naik menjadi 40,9 miliar liter [40,9 juta kl], pencampuran 50% berarti kebutuhan biodiesel melonjak ke 20,5 miliar [20,5 juta kl],” tulis BMI.

Adapun, harga CPO sendiri diperkirakan naik sekitar 15% dari level saat ini hingga melampaui 5.000 ringgit (US$1.191) per ton pada akhir tahun ini, setelah siklus produksi musiman tertingginya berakhir, menurut pedagang veteran Dorab Mistry.

Harga minyak goreng kelapa sawit—jenis yang paling banyak dikonsumsi di dunia — bahkan dapat melonjak hingga 5.500 ringgit, tertinggi sejak Juni 2022, pada kuartal I-2025 depan jika Indonesia, sebagai negara penghasil utama minyak sawit, terus mengambil alih perkebunan dan meningkatkan campuran biofuel dalam solar menjadi 50%, ujar Mistry, Direktur di Godrej International Ltd., dalam slide presentasi yang disiapkan untuk sebuah konferensi di Kolombia pada Selasa (23/9/2025), dikutip Bloomberg.

(azr/wdh)

No more pages