Andi menjelaskan ketika negara lain mengisi pasar udang beku milik Indonesia, maka butuh waktu yang lama untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Dia pun menyayangkan sikap pemerintah yang terlalu lama menangani kasus tersebut.
“Jadi efeknya ini, pemerintah sepertinya enggak menanggapi hal-hal yang remeh temeh begitu,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, SCI meminta pemerintah segera merespons isu tersebut dan berkomunikasi dengan Badan Administrasi Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) karena pihak AS disebut menunggu pernyataan resmi pemerintah Indonesia ihwal penyelesaian isu tersebut.
“Kalau lambat, maka kecurigaan semakin tinggi dan bisa menyebabkan penolakan permanen, atau merembes ke cold storage lain, yang saat ini masih aman,” tuturnya.
Andi menjelaskan udang Indonesia merupakan salah satu komoditas strategis di Tanah Air. Dalam lima tahun terakhir, nilai ekspor udang Indonesia konsisten di kisaran US$1,7 miliar - US$2,2 miliar per tahun, menjadikannya komoditas ekspor non-migas terbesar kedua setelah sawit.
Menurutnya, industri udang menyerap ratusan ribu lapangan kerja mulai dari petambak kecil, pekerja pabrik, hingga logistik dan distribusi. Di banyak daerah pesisir, udang bukan hanya sumber devisa, tapi juga tulang punggung ekonomi keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan pada 2024, nilai ekspor udang dengan kode HS03 menyumbang sebesar US$287,34 juta atau 3,93% dari total ekspor nonmigas ke AS.
Meski kontribusinya tidak sebesar sektor manufaktur seperti mesin listrik, alas kaki, atau tekstil, udang tetap menjadi salah satu komoditas unggulan RI yang menopang ekspor nonmigas.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, pada 2024 nilai ekspor udang Indonesia mencapai US$1,68 miliar dengan volume 214,58 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 63,7% di antaranya diekspor ke AS, kemudian diikuti Jepang dan China.
Adapun, pada semester I-2024, ekspor udang ke AS tercatat sebanyak US$447,29 juta dengan volume 62,17 ribu ton.
(ain)

































