Akan tetapi, dia enggan memerinci besaran perpindahan konsumsi BBM subsidi ke nonsubsidi yang terjadi di SPBU milik Pertamina.
“Shifting dari subsidi ke nonsubsidi berarti pertanda baik. Artinya, [masyarakat] mengerti akan kualitas dan juga [pemerintah] memberikan bagi yang berhak dalam rangka mendukung distribusi subsidi tepat sasaran,” pungkas dia.
Adapun, dua perusahaan ritel BBM swasta yakni Shell Indonesia dan BP-APKR melaporkan kehabisan pasokan BBM dengan nilai RON 92 dan 95 sejak akhir bulan lalu.
Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura menjelaskan ketersediaan stok dua jenis BBM tersebut hingga Senin (8/9/2025), masih belum kembali normal alias masih mengalami gangguan pasokan.
Sementara itu, Shell Indonesia melaporkan kehabisan pasokan pada lini produk Shell Super, Shell V-Power dan Shell V-Power Nitro+. Akan tetapi, Shell terpantau kembali menjual BBM jenis Shell Super (RON 92) di berbagai stasiun pengisian bahan bakar minyak (SPBU) wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Dalam perkembangannya, Kementerian ESDM mendorong dua badan usaha (BU) hilir migas swasta tersebut membeli BBM dari PT Pertamina (Persero) untuk mengatasi permasalahan pasokan yang dialami.
Di lain sisi, Kementerian ESDM menyebut migrasi atau pergeseran konsumsi BBM dari Pertalite ke BBM nonsubsidi seperti Pertamax (RON 92) dan Pertamax Turbo (RON 98) tidak ada kaitannya dengan rencana pengetatan subsidi BBM.
Adapun, migrasi konsumsi dari BBM bersubsidi ke nonsubsidi tersebut ditengarai turut menyebabkan stok bensin RON 92 dan 95 di SPBU swasta mengalami kekosongan akhir-akhir ini, padahal impor BBM dan minyak mentah pada Juli mengalami kenaikan.
Juru bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia menyatakan pemerintah tidak melakukan pengetatan penyaluran BBM bersubsidi pada tahun ini. Dengan begitu, migrasi konsumsi BBM tersebut diklaim Anggia terjadi karena murni karena perubahan pola konsumsi masyarakat.
“Tidak ada sama sekali [pengetatan Pertalite]. Enggak ada pengetatan dan lain-lain, ya memang balik lagi ke behavior-nya konsumen aja,” kata Anggia ditemui awak media, usai rapat sinkronisasi impor dengan SPBU Swasta, di Ditjen Migas ESDM, Selasa (9/9/2025).
Menurut dia, Kementerian ESDM menyambut baik perubahan pola konsumsi masyarakat yang kini lebih banyak menggunakan BBM nonsubsidi tersebut. Hal tersebut diklaimnya membuat beban subsidi BBM menjadi berkurang.
Dalam kesempatan yang lalu, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan ketahanan pasokan BBM nasional per pekan lalu berada di posisi sekitar 26 hari. Angka tersebut sebenarnya di bawah posisi ideal yang diinginkan pemerintah di level 30 hari.
Akan tetapi, pemerintah hingga saat ini tetap mendorong agar perusahaan SPBU swasta untuk membeli BBM dari Pertamina, dibandingkan menambah kuota impor BBM. Terlebih, Kementerian ESDM sudah memberikan tambahan kuota impor 2025 sebesar 10% kepada BU swasta.
(azr/wdh)






























