Yuliot menegaskan program itu diprioritaskan untuk rumah tangga di desa-desa dengan ketertinggalan akses, tantangan geografis, dan kebutuhan sosial tinggi.
“Lisdes 2025—2029 kami rancang untuk menghadirkan manfaat nyata itu hingga ke desa-desa terjauh,” kata Yuliot.
Khusus tahun ini, investasi untuk program Lisdes ditargetkan mencapai Rp4,52 triliun, dengan perincian Rp3,85 triliun untukk pembangunan jaringan listrik perdesaan, Rp0,22 triliun untukk peningkatan jam nyala 24 jam per hari, dan Rp0,45 triliun untuk bantuan pasang baru listrik (BPBL) atau instalasi gratis.
Adapun, kebutuhan investasi untuk program Lisdes sampai akhir 2029 diperkirakan mencapai Rp50 triliun.
Sementara itu, Yuliot mengatakan, upaya melistriki daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) bakal dilakukan dengan mengkombinasikan sambungan on grid dan off grid.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah meresmikan 55 pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), yang terdiri dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Pembangkit yang diresmikan tersebut, tersebar di 15 provinsi, dengan total kapasitas mencapai 379,7 megawatt (MW).
Hingga pertengahan 2025, tahap konstruksi dan commissioning untuk proyek-proyek PLTS perdesaan telah berjalan dan sambungan perdana telah dinikmati oleh ribuan rumah tangga.
Rasio elektrifikasi nasional telah mencapai sekitar 99,83% pada akhir 2024, sehingga Lisdes 2025—2029 difokuskan untuk menuntaskan kantong-kantong yang belum berlistrik.
"Dengan tambahan kapasitas EBT desa dan sambungan rumah tangga baru, Lisdes 2025—2029 diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik,” kata Yuliot.
Program Lisdes merupakan program pemerintah melalui penugasan kepada PT PLN (persero) untuk melistriki seluruh pelosok desa dengan membangun jaringan distribusi.
Program ini merupakan program rutin, di mana hingga akhir tahun 2024, sebanyak 83.693 desa dan kelurahan di Indonesia telah menikmati listrik.
(naw/wdh)
































