"Kalau sudah ada surat edaran itu kan tak harus dipatuhi, kalau mau dipatuhi secara ketat itu bentuknya peraturan menteri. Tapi, (surat edaran) nggak harus dipatuhi secara ketat," tambahnya.
Trubus memandang banyak daerah di Indonesia yang belum kreatif dalam mencari pendanaan daerahnya. Sehingga, hal pertama yang akan dilirik pemerintah daerah mendapatkan dana adalah menaikkan pajak retribusi ke masyarakat.
Tak hanya itu, dalam penyesuaian PBB-P2 itu kepala daerah akan meminta persetujuan pada DPRD setempat. Namun terkadang, kata Trubus, di proses ini terdapat hubungan antara kepala daerah dan DPRD tidak harmonis. Sehingga menimbulkan masalah baru.
"Sebenarnya daerah nggak hanya eksekutif, tapi juga DPRD-nya. Jadi memang terjadi situasi di mana hubungannya tidak harmonis. Makanya jadi problem [masalah]. Karena kepala daerah itu nggak terpilih dari partai mayoritas," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan kebijakan lapor ke pusat itu ditempuh Tito di tengah riuh polemik rencana kenaikan PBB-P2 di Kabupaten Pati hingga 250% yang memicu usulan pemakzulan Bupati Pati Sadewo.
Tito juga menepis anggapan kebijakan kenaikan PBB-P2 di berbagai daerah terjadi karena efisiensi yang dilakukan pemerintah pusat. Ia menjelaskan, penyesuaian besaran tarif PBB-P2 ini dapat dilakukan tiga tahun, sekali dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
Katanya, terdapat 20 daerah yang menaikkan PBB-P2 di atas 100% dan dua di antaranya membatalkan yaitu Pati dan Jepara. Kemudian, tiga daerah baru membuat peraturan kepala daerah di tahun 2025, dan 15 lainnya telah melakukannya di rentang waktu 2022-2024. "Artinya, 15 daerah tidak ada hubungannya dengan efisiensi di tahun 2024," tegasnya.
(lav)




























