Sekadar catatan, KPK melakukan OTT perkara ini pada Rabu (13/08/2025). Dalam kegiatan itu, KPK mengamankan sembilan orang di empat lokasi yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor.
Selain itu, tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SG$189.000 (atau sekitar Rp2,4 miliar asumsi kurs saat ini), uang tunai senilai Rp8,5 juta, satu unit mobil Rubicon di rumah Dicky; serta satu unit mobil Pajero milik Dicky di rumah Aditya.
Kronologi Perkara Korupsi
Perkara ini bermula ketika PT Inhutani V dan PT Paramitra Mutia Langgeng melakukan kerja sama pengelolaan kawasan hutan. Kedua pihak membentuk perjanjian kerja sama pengelolaan 55.157 hektare (ha) dari total lahan 56.547 ha milik PT Inhutani V di Lampung.
Kerja sama ini meliputi tiga wilayah, yakni register 42 (Rebang) seluas sekitar 12.727 ha; register 44 (Muaradua) seluas sekitar 32.375 ha; dan register 46 (Way Hanakau) seluas sekitar 10.055 ha.
Pada 2018, terdapat permasalahan hukum atas kerja sama tersebut karena PT Paramitra Mutia Langgeng tidak melakukan kewajiban membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) periode 2018-2019 senilai Rp2,31 miliar, dan pinjaman dana reboisasi senilai Rp500 juta per tahun, serta belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT Inhutani V per bulannya.
Kemudian, pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkracht atas permasalahan hukum antara PT Inhutani V dan PT Paramitra Mutia Langgeng, menjelaskan bahwa perjanjian kerja sama yang telah diubah pada 2018 antara kedua belah pihak masih berlaku dan PT Paramitra Mutia Langgeng wajib membayar ganti rugi sebesar Rp3,4 miliar.
Meskipun dengan berbagai permasalahan tersebut, pada awal 2024, PT Paramitra Mutia Langgeng tetap berniat melanjutkan kerja sama dengan PT Inhutani V untuk kembali mengelola kawasan hutan di lokasi register 42, register 44, dan register 46 berdasarkan perjanjian kerja sama kedua belah pihak yang telah diubah pada 2018.
Selanjutnya, pada Juni 2024, terjadi pertemuan di Lampung antara jajaran Direksi beserta Dewan Komisaris PT Inhutani Vdan Djunaidi selaku Direktur PT Paramitra Mutia Langgeng dan tim. Pertemuan itu menyepakati pengelolaan hutan oleh PT Paramitra Mutia Langgeng dalam rencana kerja usaha pemanfaatan hutan (RKUPH).
Pada Agustus 2024, PT Paramitra Mutia Langgeng melalui Djunaidi selaku Direktur Utama mengeluarkan uang senilai Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT Inhutani V ke rekening perseroan. Pada saat yang sama, Dicky selaku Direktur Utama PT Inhutani V diduga menerima uang tunai dari Djunaidi senilai Rp100 juta yang digunakan untuk keperluan pribadi.
Selanjutnya, pada November 2024, Dicky menyetujui permintaan PT Paramitra Mutia Langgeng terkait perubahan RKUPH, yang terdiri dari pengelolaan hutan tanaman seluas 2.619,40 ha di wilayah register 42; dan pengelolaan hutan tanaman seluas 669,02 ha di wilayah register 46.
Pada Februari 2025, Dicky menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V, yang di dalamnya juga mengakomodir kepentingan PT Paramitra Mutia Langgeng. Selanjutnya, Djunaidi meminta stafnya membuat bukti setor yang direkap dengan nilai Rp3 miliar dan Rp4 miliar dari PT Paramitra Mutia Langgeng kepada PT Inhutani V. Hal ini membuat laporan keuangan PT Inhutani V berubah dari “merah” ke “hijau”, dan membuat posisi Dicky aman. Staf PT Paramitra Mutia Langgeng lalu menyampaikan kepada Djunaidi perusahaan sudah mengeluarkan dana Rp21 miliar kepada PT Inhutani V untuk modal pengelolaan hutan.
Pada Juli 2025, terjadi pertemuan antara Dicky dan Djunaidi di lapangan golf di Jakarta. Dicky kemudian meminta mobil baru kepada Djunaidi yang kemudian disanggupi.
Pada Agustus 2025, Djunaidi melalui tersangka Aditya menyampaikan kepada Dicky bahwa proses pembelian 1 unit mobil baru seharga Rp2,3 miliar telah diurus oleh Djunaidi. Pada saat bersamaan, Aditya mengantarkan uang senilai SGD189.000 dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani.
Djunaidi melalui stafnya menyampaikan kepada Dicky bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh permintaan bos PT Inhutani V, termasuk pemberian kepada salah seorang Komisaris.
(dov/frg)

























