Logo Bloomberg Technoz

Ambisi Jadi Hub Baterai EV, RI Masih Defisit Smelter Nikel HPAL

Rezha Hadyan
08 June 2023 13:35

Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)
Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Perindustrian menilai investasi di sektor hilir nikel perlu dipacu, mengingat masih kurangnya fasilitas pemurnian (smelter) berbasis hidrometalurgi atau high-pressure acid leach (HPAL) untuk mengolah nikel kadar rendah alias limonite.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan saat ini terdapat 34 perusahaan nikel yang beroperasi di Tanah Air, tetapi hanya 4 di antaranya yang sudah menggarap investasi smelter HPAL.

“Hanya 4 industri smelter yang masuk ke penghiliran [nikel untuk memproduksi] mulai dari HRC [hot rolled coil/baja canai panas], CRC [cold rolled coil/baja canai dingin], sampai turunannya. Ini perlu pengembangan ke depan, perlu membalikkan situasi agar [investasi] masuk lebih ke hilir dan perlu dukungan Komisi VII untuk itu, karena diperlukan investasi,” ujarnya saat rapat bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (8/6/2023).

Dia mengelaborasi ekspor produk nikel masih didominasi oleh feronikel dengan volume sebanyak 5,7 juta ton dan nilai US$13 miliar pada tahun lalu. Di sisi lain, ekspor slab HRC dan CRC mencapai US$4 miliar. Dengan kata lain, penjualan produk hilir komoditas mineral tersebut masih belum optimal.

“Kami dari perspektif industri penghiliran butuh pendalaman di situ untuk memenuhi kebutuhan nasional, substitusi impor, dan ekspor yang menghasilkan devisa karena kekuatan kita di dunia [sebagai produsen nikel] sangat besar,” ujarnya.  

Produsen nikel terbesar dunia pada 2022. (Sumber: Bloomberg)