Dalam pernyataan resmi, kantor perdana menteri menyebut Netanyahu telah mengadakan pertemuan konsultasi keamanan selama tiga jam pada Selasa (5/8). Dalam pertemuan itu, Kepala Staf IDF memaparkan "berbagai opsi untuk melanjutkan operasi militer di Gaza". Pernyataan tersebut juga menyatakan bahwa “IDF siap melaksanakan keputusan apa pun yang ditetapkan kabinet keamanan.”
Diskusi ini berlangsung di tengah tekanan yang datang dari dalam negeri maupun komunitas internasional terhadap pendekatan Israel dalam perang yang telah berlangsung hampir dua tahun. Sejumlah negara telah menyuarakan keprihatinan atas krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza — wilayah yang dihuni lebih dari 2 juta jiwa — sementara PBB memperingatkan meningkatnya risiko kelaparan akibat pembatasan pengiriman bantuan dan kehancuran akibat konflik.
Presiden AS Donald Trump, saat ditanya soal sikap Israel di Gedung Putih pada Selasa, memilih fokus pada distribusi bantuan ke Gaza.
“Saya tahu Israel akan membantu kami dalam hal distribusi dan juga pendanaan. Negara-negara Arab juga akan membantu dari sisi dana dan mungkin distribusi. Jadi itu yang saya fokuskan,” ujar Trump dalam konferensi pers. “Soal selebihnya, saya tidak bisa katakan—itu akan sepenuhnya jadi keputusan Israel.”
Pada akhir Juli, Israel telah menyetujui peningkatan akses bagi lembaga-lembaga PBB dan LSM untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan di Gaza. Selasa lalu, Israel juga menyatakan akan kembali melonggarkan akses komersial untuk memperlancar distribusi makanan dan peralatan sanitasi — meski tetap di bawah pengawasan ketat keamanan.
Di dalam negeri, dukungan publik terhadap Netanyahu kian menurun. Sebuah survei oleh Institute of National Security Studies yang dirilis Selasa menunjukkan bahwa masyarakat mulai jenuh terhadap perang yang telah menguras cadangan militer namun belum berhasil membebaskan semua sandera yang ditahan Hamas. Kelompok itu masih menahan 50 dari para sandera yang diculik dalam serangan Oktober 2023, dan 20 di antaranya diyakini masih hidup.
Keberatan dari militer soal rencana eskalasi di Gaza — yang menurut media lokal seperti Ynet dipimpin oleh Kepala Staf IDF Jenderal Eyal Zamir — telah memicu ketegangan di pemerintahan maupun oposisi.
Menteri Pertahanan Israel Katz menegaskan bahwa militer harus menjalankan keputusan politik, dan ia akan memastikan hal itu terjadi. Sementara Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, anggota koalisi Netanyahu dari kalangan garis keras, menyatakan di platform X bahwa Zamir harus “menyatakan dengan jelas bahwa ia akan mematuhi sepenuhnya arahan dari pemimpin politik.”
Pemimpin oposisi Benny Gantz, mantan kepala staf IDF, menyebut serangan terhadap Zamir sebagai tindakan yang “ceroboh.”
Hingga kini, belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan kabinet keamanan.
Menteri Sains Gila Gamliel, yang juga anggota kabinet, mengatakan diskusi awalnya dijadwalkan Selasa namun telah ditunda beberapa kali. Ia menilai masih ada peluang untuk mencari solusi diplomatik guna melanjutkan perundingan gencatan senjata yang mandek sejak bulan lalu.
“Masih ada kesempatan, meski tidak sebesar sebelumnya, untuk menciptakan platform alternatif melalui para mediator,” kata Gamliel kepada Army Radio.
Trump, yang pemerintahannya bekerja sama dengan Qatar dan Mesir dalam perundingan, telah menyerukan agar Hamas menyerah dan membebaskan semua sandera. Namun kelompok yang didukung Iran itu belum menunjukkan tanda-tanda akan mengalah, dan tetap menuntut penarikan penuh pasukan Israel serta menolak perlucutan senjata.
Koordinator Pemerintahan Israel untuk Wilayah (COGAT) menyatakan bahwa pelonggaran akses komersial pada Selasa bertujuan “mengurangi ketergantungan pada distribusi bantuan oleh PBB dan organisasi internasional.” Secara praktik, sejumlah pedagang lokal akan diizinkan mengimpor bantuan dan menjualnya di pasar dalam negeri Gaza.
Menurut COGAT, jumlah rata-rata truk bantuan yang dikumpulkan organisasi kemanusiaan meningkat dari sekitar 30 per hari pada pertengahan Juli menjadi 185 truk per hari pada 2 Agustus lalu.
(bbn)































