Logo Bloomberg Technoz

"Saya ini pengurus makam keluarga. Jadi saya tahu makam yang generasi keempat itu besar sekali, yang pengusaha kacang. (Generasi) ke-5 makin kecil, ke-6 kok makin kecil ya. Ini nggak punya dana ini. Itu indikasi kenyataan," ungkap Victor.

Meski sempat terpuruk, tetapi Victor menjelaskan lewat generasi ke-7 yakni kakeknya Oei Wie Gwan bisnis keluarga perlahan mulai bangkit lewat usaha mercon pada 1927 hingga mampu mendirikan pabrik mercon atau yang lebih dikenal saat ini kembang api dengan label Cap Leo.

Pada saat itu, keluarganya memproyeksi produk mercon tersebut memiliki prospek yang cerah ke depannya. Sebab, secara historis mercon sudah bertahan lama bahkan hingga ribuan tahun. Namun kenyataanya industri tersebut juga tidak dapat bertahan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menurut Victor, pada 1942 ketika Jepang hadir menjajah Indonesia, pemerintah Hindia-Belanda melarang peredaran bubuk mesiu sehingga mengakibatkan ditutupnya pabrik tersebut. Hingga saat ini, bahkan Indonesia telah melarang perusahaan legal pabrik mercon untuk dibuka.

"Kalau dulu si Belanda takutnya mesiunya jatuh ke tangan Jepang, dibikin bom untuk ngebom sekutu.. Jadi inilah pengalaman traumatik buat keluarga saya. Ini nafkah yang mestinya sustainable (berkelanjutan)," jelasnya.

Sehingga dalam rentang waktu 1942 hingga 1951, Victor menyebut keluarganya berusaha untuk tetap bertahan dengan menggarap berbagai macam bisnis salah satunya menjadi kontraktor untuk membangun landasan udara Ahmad Yani. Pada 1951 barulah kakeknya membeli sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus, Jawa Tengah yang kini kita ketahui sebagai PT Djarum.

Sejalan dengan pengalaman jatuh bangunnya bisnis keluarga tersebut, Victor menjelaskan hal itu pula yang melatarbelakangi

Djarum cukup sering berekspansi di luar dari bisnis utama mereka yakni rokok, lantaran karena adanya rasa 'inscure family' atau kekhawatiran tidak bisa meneruskan usaha keluarga.

"Jadi kalau sampai ada yang tanya, kok Djarum ekspansi kanan-kiri-kanan gitu maksudnya karena serakah kah? Kamu gak ngerti betapa insecure-nya kita? Ini dasarnya ini karena ada insecure family tau gak? Yang pernah ngalamin industri-nya gone. Either gone gara-gara kelapa sawit atau gone gara-gara Jepang. Hilang begitu saja. Kamu nggak tahu betapa tidak percaya dirinya kita?"  jelas Victor.

Meski demikian, Victor tetap menekankan jika dalam menjalankan bisnis keluarga, diperlukan kekuatan multitasking atau kemampuan bekerja secara adaptif.

"So, industri yang kita masukin sengaja tidak ada hubungannya sama yang sebelumnya [usaha sebelumnya]. Tapi emang mesti punya skill multitasking gitu. Nah, kebetulan kita pikir keluarga kita dan team kita bisa. Jadi kita emang ada multitasking ability," tuturnya.

(lav)

No more pages