Logo Bloomberg Technoz

Moshe menjelaskan kilang-kilang kecil atau spot dengan kapasitas produksi sekitar 50.000 hingga 10.0000 barel per hari (bph) memang cocok ditempatkan di beberapa daerah yang sulit dijangkau.

Walakin, kilang berskala kecil tersebut diprediksi tidak ekonomis akibat biaya produksi yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan hasil olahan minyak yang diproduksi.

Nah, [hal yang] memang harus diperhatikan adalah keekonomiannya, karena salah satu tantangan terbesar dari kilang small scale adalah keekonomian. Keekonomian dari sisi apa? Produksinya kecil, sedangkan biayanya enggak murah-murah banget,” tegas dia.

Proyek kilang dan penyimpanan minyak berkapasitas 1 juta barel tersebut diprediksi menelan biaya investasi sekitar Rp160 triliun.

Hal itu terungkap di dalam paparan Penyerahan Dokumen Pra Studi Kelayakan Proyek Prioritas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kepada BPI Danantara pada Selasa (22/7/2025).

Di dalam paparan tersebut disebutkan bahwa Satgas Percepatan Hilirisasi mencanangkan 3 proyek di sektor ketahanan energi dengan nilai investasi sebesar US$14,5 miliar atau sekitar Rp232 triliun. Ketiga proyek tersebut diharapkan dapat menyerap 50.960 tenaga kerja.

Rupanya, ketiga proyek ketahanan energi tersebut masih dibagi lagi menjadi dua kelompok; yaitu proyek kilang dan proyek penyimpanan minyak.

Untuk proyek kilang, investasinya ditaksir mencapai Rp160 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 44.000 orang.

Sementara itu, proyek tanki penyimpanan minyak ditaksir mencapai Rp72 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 6.960 orang.

Menurut paparan, kedua proyek tersebut—baik kilang maupun storage—disebar ke 18 lokasi di Indonesia.

Lokasi-lokasi tersebut a.l. Lhokseumawe, Sibolga, Natuna, Cilegon, Sukabumi, Semarang, Surabaya, Sampang, Pontianak, Badung (Bali), Bima, Ende, Makassar, Dongala, Bitung, Ambon, Halmahera Utara, dan Fakfak.

Dalam kesempatan berbeda, Bahlil sempat mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan skenario membuat kilang berkapasitas kecil sekitar 60.000 bph, tetapi berjumlah banyak dengan kapasitas kumulatif sebanyak 1 juta barel.

Skenario ini, menurut Bahlil, menelan investasi yang lebih ringan untuk tiap unitnya dibandingkan dengan membangun satu unit dengan kapasitas raksasa.

“Ada sekarang, [kilang] per spot ada yang per 60.000 bph. Nah, sekarang feasibility study finalnya lagi dibuat. Nah, itu jauh lebih murah. Kalau kilang per 60.000 bph itu jauh lebih murah, harganya sekitar US$600 juta—US$700 juta. Jadi kalau kita compile menjadi 500.000 bph itu tidak lebih dari US$6 miliar,” katanya ditemui di sela acara Pelepasan Mudik Bareng Sektor ESDM 2025, Kamis (27/3/2025).

Skema tersebut, lanjut Bahlil, menggunakan metode pembangunan per titik atau spot. Dia menyebut saat ini pemerintah sedang melakukan studi terhadap negara-negara yang sudah memakai skenario tersebut, khususnya di wilayah Amerika Latin dan Afrika.

Dengan asumsi skenario tersebut, kata Bahlil, proyek kilang dengan kapasitas kumulatif 1 juta bph kemungkinan akan dibangun secara tersebar di banyak lokasi di Tanah Air.

“Iya, karena begini, negara kita ini kan negara kepulauan. Negara kepulauan yang memang kita harus mempertimbangkan aspek logistik. Nah, kita lagi menghitung apakah memang lebih ekonomis dan tepat di satu tempat, atau kita akan buat per spot-spot,” jelasnya.

(azr/wdh)

No more pages