Logo Bloomberg Technoz

Payment ID memungkinkan pemrosesan data granular (data yang spesifik) oleh Data Hub dirancang untuk dapat mengakses data dan informasi dari transaksi pembayaran. Dengan kata lain, Payment ID dapat mencatat dan menggabungkan data dari berbagai sumber keuangan seperti rekening bank, kartu kredit, dompet elektronik, hingga pinjaman daring yang akan diintegrasikan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Menurut penjelasan Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia Dudi Dermawan, Payment ID akan tersimpan di sistem pusat milik BI. Namun, untuk dapat mengakses data tersebut, pihak ketiga seperti bank atau lembaga pembiayaan tetap membutuhkan persetujuan (consent) dari pengguna. Izin ini diberikan melalui notifikasi ke ponsel pengguna, dan hanya setelah disetujui, data transaksi bisa dianalisis lebih lanjut untuk keperluan layanan keuangan, seperti penilaian kelayakan kredit atau penyaluran bantuan pemerintah.

Adapun sistem ini disebut dibangun dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan privasi, dengan perlindungan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi serta pengawasan ketat terhadap akses data oleh lembaga keuangan. 

Apakah sistem ini sudah diterapkan?

Penerapan Payment ID masih dalam tahap perluasan dan penguatan regulasi. Meski demikian, belum lama ini Bank Indonesia menyatakan pada 17 Agustus 2025 atau bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI nanti, Payment ID akan diluncurkan.

Bagaimana Risiko Keamanannya?

Meski Payment ID disebut dirancang berbasis consent pengguna/individu, serta berlandaskan Undang-Undang Data Pribadi, tetapi Payment ID masih dapat memiliki potensi risiko keamanan. Berikut ini adalah beberapa masalah utama terkait keamanan Payment ID, dikutip dari Stripe:

1. Pelacakan Transaksi

Pelaku kejahatan dapat menyalahgunakan kode ID untuk melacak riwayat pembayaran pengguna di berbagai platform. Hal ini berpotensi mengungkap pola pengeluaran dan menimbulkan risiko terhadap privasi pengguna.

2. Serangan Phishing

Penipu dapat mencoba memperoleh kode ID melalui email phishing atau situs web palsu yang menyerupai bisnis resmi. Setelah mendapatkan kode ID, mereka bisa menipu pengguna untuk mengungkapkan informasi sensitif lainnya, atau bahkan mencoba melakukan transaksi tanpa izin.

3. Pelanggaran Data

Apabila basis data perusahaan yang menyimpan kode ID diretas, hal ini dapat menyebabkan kebocoran data transaksi dalam skala besar. Dampaknya bisa sangat merugikan, baik bagi perusahaan maupun bagi pelanggannya.

(dhf)

No more pages