Pasar domestik juga masih mencerna hasil kesepakatan dagang RI dengan AS berikut dampaknya terhadap kinerja dagang Indonesia ke depan serta efek ke perekonomian.
Respons rupiah hari ini menunjukkan pasar sepertinya cenderung khawatir akan dampak terhadap kinerja perdagangan Indonesia keseluruhan yang bisa merembet pada fundamental rupiah di masa depan.
Rupiah diperdagangkan melemah di kisaran Rp16.290/US$ pada pukul 09:52 WIB. Rupiah tertekan sejak awal pembukaan pasar spot di tengah pergerakan sebagian valuta Asia yang juga melemah terhadap dolar AS.
Rupiah jadi valuta Asia terlemah urutan kelima setelah peso, baht, ringgit serta dolar Taiwan. Sementara mata uang Asia lain masih berhasil menguat meski terbatas seperti dolar Singapura, yuan Tiongkok, yuan offshore, juga dolar Hong Kong.
Namun, tekanan yang dihadapi oleh rupiah dan surat utang RI tidak diikuti oleh pergerakan harga saham. IHSG dibuka menguat dan sejauh ini masih bertahan di zona hijau dengan penguatan 0,34% di level 7.166.
Reaksi pasar yang masih beragam di tengah berbagai sentimen domestik dan global, akan mewarnai proses pengambilan keputusan BI rate oleh Rapat Dewan Gubernur hari ini.
Konsensus pasar sejauh ini masih menghasilkan median 5,5% yang berarti mayoritas pelaku pasar memperkirakan BI rate akan ditahan lagi oleh Bank Indonesia.
Namun, konsensus itu tidak bulat. Sebanyak 15 ekonom dari 33 yang disurvei memperkirakan BI rate berpeluang turun 25 bps hari ini ke level 5,25%. Sementara 18 ekonom memperkirakan BI rate akan ditahan hari ini.
Menahan BI rate di tengah adanya kepastian baru terkait kesepakatan dagang dengan AS, dinilai menjadi langkah tepat.
"Saya kira BI masih akan bertahan karena ketidakpastian tarif yang lebih luas masih ada, tapi mungkin BI akan memberikan sinyal bahwa pemotongan bisa dilakukan pada pertemuan mendatang karena setidaknya risiko khusus [terkait tarif AS pada RI] telah dihilangkan," kata Brendan McKenna, Strategist dari Wells Fargo di New York.
Ekspor bisa tergerus
Presiden AS Donald Trump mengatakan, Indonesia terkena tarif sebesar 19%. Tarif itu lebih kecil dibanding tarif sebelumnya 32% dan menjadi yang terendah kedua di Asia Tenggara setelah Singapura yang hanya terkena 10%.
Sebagai ganti tarif yang lebih rendah, Indonesia membebaskan semua barang impor dari AS dengan tarif nol persen, ditambah komitmen pembelian produk energi AS hingga senilai US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, dan 50 Jet Boeing, banyak di antaranya adalah Boeing 777.
Mengutip kajian Bloomberg Economics oleh analis Adam Farrar dan ekonom Rana Sajedi, tarif bea masuk produk Indonesia ke AS pada 2024 (sebelum Trump menggaungkan kebijakan tarif) memang rendah, kurang dari 5%. Saat ini, tarif efektif yang berlaku sudah naik ke hampir 15%.
“Dengan kesepakatan terbaru dengan tarif 19%, maka tarif efektif terhadap produk-produk Indonesia akan naik menjadi lebih dari 22%,” sebut riset itu.
Memang tarif tersebut jauh lebih rendah dari ‘ancaman’ awal. Namun bukan berarti tanpa risiko bagi Indonesia. “Pembacaan awal kami mengindikasikan bahwa ekspor Indonesia ke AS bisa turun 25% dalam jangka menengah. Dampaknya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 0,3%,” ungkap riset Bloomberg Economics.
Nilai pembelian produk energi dan pertanian AS oleh Indonesia juga pesawat Boeing hingga 50 unit, belum dijelaskan kapan akan direalisasikan. Namun, bila menghitung total pembelian yang mendekati defisit dagang AS dengan RI senilai US$18 miliar.
Nilai ekspor RI ke AS selama Januari-Mei 2025 mencapai US$12,11 miliar, setara dengan 11,42% total ekspor RI pada periode tersebut.
Lionel Priyadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital, menilai kesepakatan dengan AS tersebut dipastikan akan berdampak pada penurunan surplus dagang RI. "Efeknya baru terasa setelah Juli," katanya.
Indonesia membukukan surplus neraca dagang sebesar US$4,3 miliar pada Mei, membawa capaian rekor surplus selama 61 bulan tanpa putus.
Dengan Amerika saja, selama periode Januari-Mei 2025, seperti dilansir oleh Badan Pusat Statistik, Indonesia menikmati surplus dagang senilai US$8,28 miliar, naik dari posisi US$6,42 miliar pada Januari-April 2025.
"Komoditas penyumbang surplus terbesar dengan AS antara lain, mesin dan perlengkapan elektrik US$1,64 miliar; alas kaki US$1,06 miliar; dan pakaian dan aksesorinya US$1,02 miliar," demikian tercantum dalam data neraca perdagangan BPS yang dirilis Selasa (1/7/2025).
(rui)


























