Logo Bloomberg Technoz

Program PEPFAR (Presiden AS untuk Bantuan Darurat AIDS) yang diluncurkan pada 2003 oleh Presiden George W. Bush merupakan komitmen tunggal terbesar yang pernah diberikan satu negara terhadap satu penyakit.

UNAIDS menyebut PEPFAR sebagai “jalur kehidupan” bagi negara-negara dengan tingkat HIV tinggi. Program ini telah mendanai tes HIV bagi 84,1 juta orang dan menyediakan pengobatan untuk 20,6 juta pasien. Di Nigeria, PEPFAR bahkan membiayai 99,9% anggaran obat pencegahan HIV.

Menurut Angeli Achrekar, Wakil Direktur Eksekutif UNAIDS dan mantan pejabat tinggi PEPFAR hingga Januari 2023, program ini sedang dalam evaluasi ulang oleh pemerintahan Trump. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio memang telah mengeluarkan pengecualian agar pengobatan penyelamat jiwa tetap berlanjut.

“Sejauh mana program ini akan berjalan ke depan, kami belum tahu,” ujarnya dalam konferensi pers daring dengan jurnalis di New York. “Kami masih berhati-hati berharap bahwa PEPFAR akan terus mendukung layanan pencegahan dan pengobatan.”

Sulit Digantikan

Pada 2024, UNAIDS mencatat sekitar 630.000 kematian terkait AIDS — angka yang stagnan sejak 2022, meski jauh menurun dari puncaknya di 2004 sebesar 2 juta kematian.

Bahkan sebelum pemotongan dana AS, penyebaran HIV belum merata tertanggulangi. Setengah dari total infeksi baru terjadi di wilayah Afrika Sub-Sahara.

Tom Ellman dari Doctors Without Borders mengatakan, meski beberapa negara miskin mulai mendanai program HIV sendiri, tetap tak mungkin menutup kekosongan sebesar yang ditinggalkan AS. “Tak ada yang bisa kami lakukan untuk melindungi negara-negara ini dari pemotongan dana yang tiba-tiba dan kejam,” ujar Ellman, yang mengepalai unit medis lembaga itu di Afrika Selatan.

Kekhawatiran juga muncul soal hilangnya data penting. Dr. Chris Beyrer dari Global Health Institute, Universitas Duke, menekankan bahwa AS sebelumnya membiayai hampir seluruh sistem pemantauan HIV di Afrika, mulai dari data rumah sakit hingga rekam medis elektronik — yang kini dihentikan begitu saja.

“Tanpa data yang akurat soal penyebaran HIV, akan sangat sulit menghentikannya,” kata Beyrer.

--Dengan bantuan dari Alvintia Asri Mariskandari.

(del)

No more pages