Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Pakar industri migas menyarankan pemerintah tidak gegabah mengalihkan impor bahan bakar minyak (BBM) ke Amerika Serikat (AS) dari Singapura, di tengah negosiasi tarif yang tidak mencapai kesepakatan dengan Presiden Donald Trump.

Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo menuturkan, dalam masa transisi seperti ini, memutus kontrak dengan Singapura harus dilakukan secara bertahap sembari menambah pasokan sumber impor migas dari AS.

“Kalau ada apa-apa dengan pasar di AS kita masih terus bisa berhubungan dengan trader di Singapura,” kata Hadi saat dihubungi, Selasa (8/7/2025).

“Misalnya 30% dahulu yang distop, alihkan ke AS. Situasi aman, tambah 60% distop, alihkan ke AS. Jika semua aman dan negosiasi juga ada perbaikan, tambah 90% stop, alihkan ke AS.”

Neraca perdagangan Indonesia-Amerika Serikat (AS)./dok. BPS diolah Kemendag, 2025

Menurutnya,  akan lebih baik pemerintah menyisakan 10% impor BBM Singapura sebagai bagian dari pasokan keamanan multisumber agar tercipta fleksibilitas pasokan.

“Ada pepatah, 'Janganlah membuat keputusan strategis dalam kondisi yang marah dan emosi'. Dalam kondisi yang volatil seperti ini, [pemerintah] jangan panik, kalem, dan sabar,” imbuhnya.

Baru-baru ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan  belum ada informasi lebih lanjut mengenai eksekusi rencana penyetopan BBM dari Negeri Singa.

“Belum lah, kan kemarin baru pertemuan,” kata Ketua Satgas Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas Nanang Abdul Manaf saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (1/7/2025).

Akan tetapi, Kementerian ESDM sebelumnya sudah menegaskan akan membuka peluang untuk menghentikan impor BBM dari negara lain, tidak hanya dari Singapura.

“Mungkin kita cari alternatif yang lain, tidak hanya satu negara supaya kita dapat harga terbaik,” ujar Nanang.

Hanya saja, Nanang tidak menjelaskan detail negara lain tersebut. 

Sekadar catatan, sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari  Arab Saudi, Angola, Nigeria hingga Australia. Sementara itu, impor BBM kebanyakan berasal dari kilang di Singapura.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada bulan lalu menyebut harga impor BBM dari Singapura cenderung tinggi. Menurut dia, padahal, ongkos logistik dari Singapura ke Indonesia tidak begitu besar.

“Impor BBM kita 54% sampai 59% itu berasal dari negara tetangga kita, setelah saya cek, kok harganya sama dibandingkan dengan dari Timur Tengah,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/5/2025).

Masak barang dekat dia [Singapura] bikin lebih mahal,” imbuhnya.

Di sisi lain, dia menambahkan rencana penghentian impor BBM dari Singapura itu bakal dilakukan secara bertahap selama 6 bulan sejak pengumuman tersebut.

Saat ini, PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan sejumlah dermaga baru untuk menampung tanker ukuran besar dari AS dan beberapa negara Timur Tengah setelah tujuan impor dialihkan.

“Karena kalau dari Singapura kan kapalnya yang kecil-kecil, itu juga salah satu alasan, jadi kita membangun yang besar supaya satu kali angkut, enggak ada masalah,” tutur Bahlil.

Dia menyebutkan saat ini porsi impor dari Singapura sebesar 54%—59% dari total konsumsi BBM Indonesia, yang ditaksir mencapai 1,6 juta barel per hari (bph) per 2024.

Kapal tanker minyak Qiu Chi berlabuh di dekat tangki penyimpanan Oiltanking Singapore Ltd di Singapura./Bloomberg-Munshi Ahmed

Bukan tidak mungkin, tegas Bahlil, ke depannya tidak ada impor BBM sama sekali oleh Indonesia dari Negeri Singa.

Namun, pengurangan volume impor tersebut menurutnya akan dilakukan secara bertahap. “Bertahap ya. Tahap sekarang mungkin bisa sampai 50% mungkin suatu saat akan nol,” tuturnya.

Bahlil menjelaskan pengalihan impor BBM dari Singapura ke AS juga merupakan bagian dari upaya negosiasi untuk menghindari pengenaan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump.

“Mengalihkan sebagian bukan semuanya, kan kita sudah mempunyai perjanjian dengan Amerika. Salah satu di antara yang kita tawarkan itu adalah kita harus membeli beberapa produk dari mereka. Di antaranya adalah BBM, crude [minyak mentah], dan LPG [gas minyak cair],” jelas Bahlil.

Indonesia sendiri selama ini merupakan importir BBM—khususnya jenis gasoline atau bensin — terbesar di Asia Pasifik, menurut catatan Argus Media.  

Bahkan, menurut data bea cukai Global Trade Tax (GTT), impor bensin secara bulanan Indonesia memecahkan rekor tertinggi pada Desember 2024.

Indonesia terpantau mengimpor 475.000 barel bensin per hari pada Desember, melesat 29% dari bulan sebelumnya dan 24% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Secara kumulatif, Indonesia mengimpor 378.500 barel bensin per hari sepanjang 2024, naik dari 369.000 barel per hari tahun sebelumnya.

Singapura—yang notabene merupakan sentral pencampuran bensin utama di kawasan Asia Tenggara — terus menjadi pemasok utama BBM impor Indonesia dengan pembelian sebanyak 279.000 barel bensin per hari pada Desember, diikuti oleh Malaysia dengan 97.000 barel per hari, menurut catatan Argus Media.

“Alasan lonjakan permintaan impor tidak dapat dipastikan, tetapi bisa jadi karena peningkatan permintaan bensin RON 92 Indonesia karena pemerintah berupaya memberlakukan pembatasan untuk memastikan bahan bakar bensin RON 90 bersubsidi masuk ke kelompok ekonomi sasaran,” papar lembaga tersebut.

(mfd/wdh)

No more pages