“Kalau itu enggak ada, ya jadi repot memang,” ungkap Eko saat dihubungi Bloomberg Technoz, Kamis (03/07).
Senada dengan Eko, Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana (Unud) I Putu Anom memandang bahwa Pemerintah RI harus mengevaluasi SOP pendakian dan menyosialisasikan sejak awal pada calon pendaki Gunung Rinjani. Seperti hal-hal yang diperbolehkan maupun dilarang. Mereka pun harus taat aturan dan disiplin karena mendaki gunung tergolong kegiatan wisata ekstrem.
Bagi pihak pengelola alias Balai TNGR, kata Anom, pun membutuhkan kecermatan dalam pengelolaan wisatanya. Serta, para pemandu wajib memiliki standar kompetensi yang diperlukan sesuai kondisi gunung.
Menurut Anom, mendaki gunung belakangan ini mukin diminati masyarakat guna menjelajah ke tempat-tempat ekstrem. Apalagi di Lombok telah mulai banyak kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, salah satunya Gunung Rinjani yang memesona dengan Danau Segara Anak dan pemandangan di sekitarnya nan indah.
Anom menambahkan, yang perlu menjadi catatan adalah tak boleh ada seorang pendaki yang ditinggal sendirian di lokasi walau keadaan istirahat, harus ditemani. Hal ini yang riskan jika pendaki ditinggal sendirian, sehingga waktu ada musibah, tidak ada orang yang mengetahui.
“Tentu Kementerian Pariwisata, Kementerian Kehutanan, pemerintah daerah, dan pengelola harus mempersiapkan standar keamanan yang memadai serta sudah harus tersedia tim penanggulangan bencana yang memenuhi kebutuhan wisata ekstrim tersebut,” ujar Anom kepada Bloomberg Technoz, Kamis.
“Semua pihak tentu harus bertanggungjawab,” pungkas dia.
Di samping itu, Eko memandang bahwa diperlukan adanya SOP pendakian yang memadai dan pelbagai persyaratannya jika ingin membandingkan tingkat keamanan wisata gunung luar negeri dan dalam negeri. Sebagai perbandingan, dilansir NDTV, Kamis (03/07) Nepal berencana bakal membatasi izin pendakian Gunung Everest – gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian 8.848 meter (m) di atas permukaan laut (mdpl) – demi meningkatkan keselamatan pendaki.
Salah satu syaratnya, mempunyai pengalaman mendaki setidaknya 1 puncak setinggi 7 ribu mdpl di negara tersebut, menurut Rancangan Undang-Undang (RUU) Pariwisata Terpadu yang tengah diusulkan di parlemennya. Negara Seribu Kuil yang memiliki 8 dari 14 gunung tertinggi di dunia itu telah menghadapi kritik karena mengizinkan terlalu banyak pendaki yang tak berpengalaman di Gunung Everest.
Pada 2023, Nepal mengeluarkan 478 izin. setidaknya 12 pendaki tewas dan 5 hilang. Pada 2022, 8 pendaki meninggal dunia. Banyak dari angka kematian ini terjadi di “zona kematian” dekat puncak, di mana antrean sering terjadi dan oksigen tergolong rendah.
Menurut aturan yang diusulkan, pendaki perlu menunjukkan bukti telah mendaki gunung setinggi 7.000 m di Nepal, sebelum ajukan izin ke Everest, Sardar (kepala staf lokal) dan pemandu gunung (Sherpa) harus warga negara (WN) Nepal, sertifikat medis dari rumah sakit (RS) yang disetujui pemerintah dan dikeluarkan dalam bulan terakhir.
Lalu, pendaki harus menyatakan terlebih dahulu jika mereka coba memecahkan rekor, izin tak bisa dipindahtangankan, jika ekspedisi dibatalkan karena bencana alam atau kejadian lain, izin bakal tetap berlaku selama 2 tahun tetapi tidak akan dikembalikan, serta biaya izin juga akan naik sebesar 36%, dari US$11 ribu menjadi US$15 ribu - kenaikan biaya pendakian perdana dalam 1 dekade.
Untuk persyaratan naik Gunung Rinjani, hanya beberapa dokumen yang perlu disiapkan. Antara lain identitas diri berupa KTP bagi WNI dan paspor/kartu izin tinggal terbatas (KITAS) buat WNA, serta membawa surat keterangan sehat dan hasil rapid test/swab, dikutip dari laman resmi Balai TNGR, Kamis (03/07).
Respons Pemerintah
Di sisi lain, Menteri Pariwisata (Menpar) RI Widiyanti Putri Wardhana mengatakan bahwa keselamatan wisatawan adalah isu lintas sektor yang membutuhkan perhatian dan aksi bersama. “Target kita jelas yaitu zero accident (nol kecelakaan) di seluruh destinasi pariwisata Indonesia. Satu kejadian saja dapat merusak kepercayaan wisatawan dan mencoreng citra Indonesia di mata dunia,” ujar Widiyanti, dikutip dari siaran pers Kemenpar RI, Rabu (02/07).
Adapun Kemenhut RI bersama Basarnas berkomitmen untuk memperkuat sinergi serta mengevaluasi prosedur SOP di seluruh kawasan konservasi, termasuk jalur-jalur pendakian gunung di Indonesia. “Karena itu, SOP di seluruh kawasan konservasi harus terus kita perbaiki dan perketat,” kata Menteri Kehutanan (Menhut) RI Raja Juli Antoni, dinukil siaran pers Kemenhut RI, Senin (30/06).
(far/spt)
































