Logo Bloomberg Technoz

Taufik menjabarkan bahwa terdapat dua pendekatan utama dalam pengembangan biofuel. Pendekatan pertama dilakukan melalui metode Co-Processing, yaitu dengan mencampurkan bahan baku nabati dengan bahan baku fosil di fasilitas yang sudah ada. Ia menyebut bahwa melalui metode ini, Kilang Pertamina Internasional (KPI) telah berhasil memproduksi bioavtur Pertamina Sustainable Aviation Fuel sebesar 2,4 persen yang menggunakan bahan baku dari minyak inti sawit.

dok Kilang Pertamina Internasional

Ia melanjutkan bahwa strategi kedua dalam pengembangan biofuel adalah melalui metode Conversion, yakni dengan memproses 100 persen bahan baku nabati menjadi bahan bakar. Ia menjelaskan bahwa KPI telah berhasil memproduksi biodiesel murni jenis Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) yang dikenal dengan nama Pertamina Renewable Diesel.

Untuk mendukung pengembangan lebih lanjut, KPI tengah mempersiapkan pembangunan kilang hijau yang mampu mengolah bahan baku generasi kedua, seperti limbah nabati termasuk minyak jelantah. Taufik menjelaskan bahwa pada tahap awal, proses produksi akan dilakukan di Kilang Cilacap dan ke depannya direncanakan untuk dikembangkan di kilang-kilang lain.

Ia menambahkan, metode Co-Processing dipilih sebagai strategi produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) karena dinilai paling efisien. “Metode ini merupakan cara tercepat untuk memproduksi SAF. Apalagi proses pembuatannya melalui fasilitas eksisting telah terbukti. Penggunaan fasilitas produksi eksisting tentu akan memerlukan investasi yang lebih kecil. Selain itu, ini menjadi kesempatan untuk mengevaluasi fasilitas eksisting sambil mempersiapkan fasilitas pengolahan yang lebih besar,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Taufik menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan dalam pengembangan ekosistem biofuel, terutama SAF. “Para pemangku kepentingan harus mengambil perannya masing-masing baik dari sisi peraturan maupun produknya. KPI memiliki tugas menghasilkan produknya dan akan berusaha melaksanakannya sesuai peta jalan yang sudah disusun,” ujarnya.

Menurut Taufik, strategi yang dijalankan oleh KPI tidak hanya berkontribusi pada transisi energi, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang luas. Ia menyebut bahwa langkah tersebut memiliki efek berganda, antara lain dalam bentuk penciptaan lapangan kerja, peningkatan produksi, serta bertambahnya nilai tambah di dalam negeri.

Ia menutup paparannya dengan menyatakan bahwa upaya ini merupakan bagian dari transformasi ekonomi berbasis sektor strategis. “Ketahanan dan keberlanjutan energi adalah pondasi bagi kemandirian ekonomi, kedaulatan politik, dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Joint Convention Semarang 2025 berlangsung pada 1–3 Juli 2025. Acara ini merupakan kolaborasi lima asosiasi profesional di bidang energi dan sumber daya mineral: IAFMI, HAGI, IATMI, IAGI, dan PERHAPI. Dengan tema “Sustainable Energy Resilience: Indonesia’s Path to Self-Sufficiency”, JCS 2025 menjadi forum strategis membahas tantangan, solusi, dan arah kebijakan dalam mewujudkan transisi energi dan ketahanan energi nasional.

(tim)

No more pages