Marak Ancaman Deepfake, Saatnya RI Tingkatkan Keamanan Aplikasi

Bloomberg Technoz, Jakarta - Indonesia, ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, terus mencatat pertumbuhan pesat. Menurut lembaga riset, nilai ekonomi digital Tanah Air diperkirakan akan melampaui US$130 miliar pada 2025, didorong oleh tingginya penetrasi ponsel pintar dan populasi muda yang melek teknologi. Sektor perbankan digital dan pembayaran seluler menjadi motor utama, dengan jutaan transaksi harian yang mengandalkan kemudahan dan kecepatan aplikasi mobile. Namun, di balik lonjakan transaksi tersebut, muncul ancaman serius: deepfake dan serangan kecerdasan buatan (AI) yang menargetkan autentikasi biometrik.
Ancaman Deepfake dan Biometric Bypass
Autentikasi biometrik—seperti Face ID dan pengenalan suara—dipromosikan sebagai standar keamanan tertinggi untuk melindungi akun dan transaksi. Sayangnya, kemajuan pesat teknologi generative AI telah memungkinkan penjahat siber memanfaatkan deepfake video, voice cloning, dan teknik bypass canggih lainnya. Dalam enam bulan terakhir, serangan deepfake yang meniru wajah dan suara asli pengguna berhasil melewati sistem autentikasi di beberapa aplikasi mobile, merusak kepercayaan konsumen dan memicu kerugian finansial.
“Deepfake bukan sekadar eksperimen teknologi; hari ini, ia menjadi alat canggih bagi pelaku kejahatan siber untuk mengeksploitasi titik lemah autentikasi biometrik,” kata Jan Sysmans, Mobile App Security Evangelist di Appdome. “Jika tidak ditangani secara proaktif, kepercayaan pengguna terhadap sistem keamanan biometrik akan terus tergerus.”
Kekhawatiran Konsumen dan Bisnis Mobile