Bloomberg Technoz, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal belum adanya keputusan ekstradisi dari Pemerintah Singapura terhadap tersangka dan buron kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos. Padahal, KPK bersama Kementerian Hukum dan lembaga lainnya sudah berupaya melengkapi seluruh persyaratan untuk membawa pulang Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra tersebut.
“Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerjasama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada awak media, Jumat (13/6/2025).
Menurut dia, lambatnya proses ekstradisi Paulus Tannos akan menjadi bahan evaluasi untuk proses kerja sama penanganan para tersangka kasus pidana yang berada di luar negeri, khususnya Singapura.
“Bahwa mungkin DPO-DPO yang lain bisa akan lebih mudah kalau misalkan posisinya ketahuan dan ada di suatu negara, khususnya Singapura, untuk kita minta ekstradisi,” ujar dia.
KPK sendiri mengklaim telah mengirimkan dokumen tambahan yang diminta otoritas Singapura dalam proses ekstradisi Tannos. Surat tersebut dikirimkan melalui Kementerian Hukum dan dokumen tersebut diteken oleh Ketua KPK sebelum Lebaran Idulftiri lalu.
Pada awalnya, Pengadilan Singapura memberikan waktu pengajuan kelengkapan dokumen dari pemerintah Indonesia hingga Senin (03/03/2025). Akan tetapi, Negeri Singa tersebut ternyata belum juga mengeluarkan putusan agar Tannos dipulangkan ke Indonesia.
KPK menetapkan Tannos sebagai tersangka korupsi yang merugikan negara hingga Rp3,2 triliun tersebut pada 2019. Akan tetapi, lembaga antirasuah tersebut tak pernah berhasil memanggil dan memeriksa Tannos yang lebih sering berada di luar negeri; bahkan sempat memiliki paspor Negara Afrika Selatan.
Belakangan, KPK kemudian memasukkan Tannos ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau menjadi buron. Mereka juga meminta Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri untuk memasukkan Tannos pada daftar buron interpol atau red notice.
KPK dan kepolisian kemudian sempat meminta bantuan penangkapan kepada Kepolisian Singapura usai mengetahui Tannos berada di Negeri Singa tersebut pada akhir 2024. Permintaan tersebut pun menjadi dasar bagi kepolisian Singapura yang kemudian menangkap Tannos pertengahan Januari 2025.
Namun, hal tersebut belum menjadi akhir dari pengejaran terhadap Tannos. Sesuai aturan di Singapura, Pengadilan setempat harus menyetujui penangkapan dan ekstradisi Tannos ke Indonesia. Selama ini, Kementerian Hukum, Polri, dan KPK berupaya melengkapi seluruh dokumen dan persyaratan tersebut.
(azr/frg)