Serangkaian data inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi ini memperkuat indikasi bahwa konsumen belum benar-benar merasakan dampak langsung dari tarif yang diberlakukan Donald Trump. Hal ini bisa jadi karena tarif paling berat masih ditangguhkan, atau karena perusahaan sementara ini menanggung beban tambahan tersebut.
Namun, jika tarif yang lebih tinggi mulai diberlakukan secara luas, perusahaan akan makin sulit melindungi konsumen dari kenaikan biaya produksi. Inilah yang menjadi alasan mengapa sejumlah ekonom memprediksi bahwa harga-harga akan naik lebih signifikan dalam beberapa bulan ke depan.
Risikonya, konsumen — yang masih belum pulih sepenuhnya dari tekanan inflasi pasca pandemi — bisa saja mulai mengurangi belanja. Perusahaan seperti JM Smucker Co, pemilik merek kopi Folgers dan kue Twinkies, serta Best Buy Co, telah menyatakan bahwa hal ini bisa menekan margin laba mereka. Di sisi lain, para analis juga memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi akan melambat.
Dengan rendahnya laju penerusan beban tarif ke inflasi, pasar tenaga kerja yang masih kuat, dan ketidakpastian seputar kebijakan Trump, The Fed secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan pekan depan. Para investor dan ekonom akan mencermati proyeksi ekonomi terbaru dari bank sentral, mengingat proyeksi terakhir pada Maret belum memperhitungkan pengumuman tarif baru pada 2 April dan penundaan tarif lanjutan yang terjadi setelahnya.
Beberapa kategori produk yang lebih terdampak tarif impor justru mencatat kenaikan signifikan. Harga mainan misalnya, naik tertinggi sejak 2023, sementara harga peralatan rumah tangga besar mencatat lonjakan terbesar dalam hampir lima tahun terakhir.
Sementara itu, harga bensin — yang tidak termasuk dalam perhitungan inflasi inti — turun 2,6%, turut membantu membatasi kenaikan IHK secara keseluruhan. Namun harga kebutuhan pokok seperti bahan makanan justru naik 0,3% setelah sebelumnya turun pada April.
(bbn)































