Logo Bloomberg Technoz

Melihat komponennya, perlambatan pertumbuhan uang beredar dalam arti luas pada April lalu adalah karena penurunan pertumbuhan uang beredar sempit (M1) dari 7,1% pada bulan sebelumnya menjadi hanya tumbuh 6%. Juga karena perlambatan pertumbuhan uang kuasi dengan laju hanya 2,4% pada April, setelah sebelumnya tumbuh 3%.

Uang beredar sempit yang melambat, adalah karena pelemahan tajam pertumbuhan uang kartal di luar bank umum dan bank rakyat (BPR).

Pada bulan lalu, kelompok ini hanya tumbuh 8,7% atau hanya sebesar Rp1.025,3 triliun, terendah sejak Februari. Padahal bulan sebelumnya tumbuh double digit hingga 14,2%. Begitu juga posisi tabungan rupiah yang bisa ditarik sewaktu-waktu, juga cuma tumbuh 5% dari tadinya 6,5%.

Sementara di perbankan, tabungan dalam denominasi rupiah dan valas, anjlok pertumbuhannya hanya 9,7% pada April dari 11,1% pada bulan sebelumnya. Begitu juga simpanan berjangka yang cuma naik 2,2% dari sebelumnya 3%.

Tabungan Seret, Kredit Kesu

Masyarakat terindikasi sudah kian seret likuiditasnya bila melihat animo penyimpanan di produk simpanan bank.

Dana Pihak Ketiga (DPK) pada April cuma tumbuh 4,4%, melambat dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya 4,7%.

Penyebabnya, perlambatan pertumbuhan simpanan nasabah korporasi dan kontraksi simpanan nasabah perorangan.

Nasabah perorangan terindikasi mengurangi penempatan dana di deposito yang terkontraksi hingga 2,8%, lebih dalam ketimbang bulan Maret saat pertumbuhannya negatif 1,3%.

Sedangkan di produk tabungan, pertumbuhan simpanan perorangan juga melambat dengan kenaikan cuma 4,5% dibanding 6,3% pada Maret.

Pertumbuhan lebih cepat hanya terlihat pada jenis tabungan nasabah korporasi saja. Serta berkurangnya kontraksi simpanan giro perorangan pada bulan lalu.

Seretnya pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan, pada akhirnya membuat laju kredit ikut tersendat. Pada April, nilai outstanding penyaluran kredit perbankan mencapai Rp7.866,5 triliun, hanya tumbuh 8,5% dibanding 8,7% pada Maret.

Penyaluran kredit ke nasabah korporasi tumbuh melambat dri 13,1% menjadi 12,6%. Sementara ke nasabah perorangan stagnan dengan laju 4%.

Semua jenis kredit tercatat melambat pertumbuhannya, kecuali kredit investasi. Kredit investasi mampu tumbuh 15,3% pada April, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya 12,6%. Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh tinggi mencapai 51,4%, begitu juga sektor pengangkutan dan komunikasi 25,7%.

Namun, kredit modal kerja dan kredit konsumsi cenderung lesu. KPR hanya tumbuh 8,5% dari sebelumnya 8,9%. Begitu juga kredit kendaraan bermotor malah cuma naik 4,3% dari tadinya 6%. 

Namun, meski KPR melambat, kredit properti secara keseluruhan tumbuh lebih tinggi pada April karena kembali menggeliatnya kredit konstruksi dengan pertumbuhan tipis 0,6% dari tadinya terkontraksi 0,1% pada Maret. Begitu juga kredit real estate tumbuh lebih tinggi, 8,1% dari semula 6,4%.

Bunga Simpanan Naik

Tingkat bunga simpanan di perbankan cenderung meningkat pada April di tengah tren penurunan bunga di pasar, terindikasi dari tingkat bunga diskonto instrumen Sekuritas Rupiah (SRBI) juga yield surat utang negara pada saat yang sama.

Suku bunga simpanan naik di semua tenor dengan kenaikan terbanyak pada tenor pendek 1 bulan dari 4,78% pada Maret menjadi 4,84% pada April.

Sementara itu, diduga agar tetap kompetitif, tingkat bunga kredit bank pada April masih stabil di kisaran 9,19%. Perbankan diduga mengorbankan marginnya dengan menahan bunga kredit meski biaya dana beranjak naik seiring sulitnya menarik simpanan masyarakat hingga harus mengerek bunga simpanan.

Namun, untuk jenis kredit baru, kenaikan suku bunga kredit pada April naik cukup banyak hingga 21 basis poin menjadi 9,63%. Kenaikan bunga kredit terutama pada kelompok bank asing, bank daerah (BPD) juga bank swasta nasional. Sedangkan bank BUMN mencatat penurunan bunga kredit 30 bps untuk kredit baru, terindiksi sebagai upaya menjaga daya saing di pasar kredit.

Peredaran uang yang terus menyusut, bisa mengarah pada deflasi di mana kekurangan jumlah uang beredar membuat daya beli masyarakat makin tertekan.

Kredit yang seret bisa membuat roda ekonomi makin susah digelindingkan. Ketika kredit bank yang menjadi oli perekonomian makin seret, pertumbuhan ekonomi bisa kian melemah.

Gambaran kondisi likuiditas perekonomian terakhir ini mungkin sudah cukup mengkhawatirkan hingga Bank Indonesia akhirnya memutuskan memangkas bunga acuan pada Rabu lalu, serta menggelontorkan sejumlah kebijakan baru untuk mendorong pertumbuhan kredit, serta meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan.

Dalam paparannya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengisyaratkan masih akan ada peluang pemangkasan bunga acuan lagi ke depan seiring dengan langkah BI terus mencari ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang akomodatif.

Langkah BI mengeluarkan kebijakan penurunan rasio likuiditas perbankan serta mengerek rasio pendanaan luar negeri mulai 1 Juni nanti, akan memberi dukungan pada bank agar lebih giat menggelontorkan kredit ke sektor riil sehingga laju ekonomi bisa lebih kuat.

Rasio pendanaan luar negeri perbankan dinaikkan jadi 35% dari modal efektif. Sedangkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial dipangkas 100 bps jadi 4% untuk perbankan konvensional dan 2,5% untuk perbankan syariah.

Kebijakan itu ditujukan agar perbankan memiliki fleksibilitas lebih besar dalam pengelolaan likuiditas sekaligus meningkatkan sumber pendanaan perbankan dari luar negeri.

(rui/aji)

No more pages