Selain itu, Putra menambahkan, tantangan dari program Lisdes berkaitan dengan lokasi yang jauh serta skala instalasi kecil. Situasi itu membuat investasi yang dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tidak menarik.
"Skala instalasi kecil dan jumlah penduduk yang tersebar membuat biaya memang lebih besar,” tuturnya.
Terpisah, analis Keuangan Energi IEEFA Mutya Yustika berpendapat program Lisdes mesti dilakukan secara bertahap dan terukur, dengan mempertimbangkan keuangan negara.
“Tentu saja pelaksanannya harus dilakukan secara bertahap dan terukur,” kata Mutya.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo sebelumnya mengatakan pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp42,3 triliun untuk mendukung program Lisdes selama 5 tahun mendatang.
Pemerintah, kata Darmawan, telah berkomitmen untuk menyiapkan nilai investasi itu terkait dengan upaya peningkatan rasio elektrifikasi (RE) dan rasio desa belistrik (RDB) 100%.
Perusahaan setrum negara itu mencatat capaian RE per Maret 2025 baru mencapai 99,83% dan RDB berada di angka 99,94%.
“Bapak Presiden menyampaikan akan dialokasikan bujet sebesar Rp42,3 triliun, sehingga roadmap ini kami juga sudah punya,” kata Darmawan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (14/5/2025).
Rencanannya, Darmawan menerangkan, program Listrik Desa itu bakal menyasar pada 10.068 desa hingga 2029.
Perinciannya, PLN menargetkan bisa mengaliri listrik kepada 1.092 desa pada 2025. Selanjutnya, program listrik itu meyasar pada 1.278 desa dan 3.822 desa pada 2026 dan 2027.
Sementara itu, PLN memproyeksikan sebanyak 2.124 desa dan 1.752 desa mulai teraliri listrik masing-masing pada 2028 dan 2029.
“Dari sana memang kami menghitung rencana anggaran biaya [RAB] Rp10.000 sekian itu, termasuk yang kecamatan tadi, sudah kami petakan,” tuturnya.
(naw/wdh)