Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mensinyalir mineral kritis tetap akan masuk dalam materi lobi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) untuk meredam dampak tarif yang sedang digalakkan Presiden Donald Trump.
Sikap tersebut sedikit berbeda dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang mengatakan mineral kritis tidak masuk dalam bahan lobi dengan AS.
Bagaimanapun, Airlangga menggarisbawahi negosiasi mineral kritis dengan AS masih dalam tahap awal.
“Khusus untuk tadi, dengan Amerika pun [soal] critical mineral ada pembahasan,” ujarnya saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (5/5/2025).
“[Namun,] terkait dengan negosiasi, karena masih dalam pembicaraan awal, jadi tetap konsisten diberitahukan nanti sesudah ada progresnya.”

Selain dengan AS, Airlangga mengatakan pemerintah juga tengah membahas perjanjian mineral kritis dengan Jepang.
Pembahasan tersebut masih termasuk di dalam kerangka Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF), yang inisiatifnya diluncurkan oleh AS.
Bahan Lobi
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan bahwa kerja sama mineral kritis dengan AS melalui Critical Mineral Agreement (CMA) bukan merupakan salah satu bahan lobi untuk menghindari tarif resiprokal Trump.
Bahlil menyebut pemerintah memutuskan bahwa upaya perundingan dagang untuk menghindari tarif resiprokal 32% dari sektor energi adalah melalui peningkatan kuota impor minyak mentah dan gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) dari AS, bukan kerja sama mineral kritis.
“Untuk mineral kritis ini [dengan] tarif [dagang AS] ini kan [beda] persoalan. Kalau lukanya di kuku, jangan garuknya di perut,” kata Bahlil di sela kegiatan Opening Ceremony Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition 2025, Selasa (15/4/2025).
Bahlil menegaskan selama kerja sama tersebut saling menguntungkan, Indonesia akan tetap terbuka terhadap semua peluang.
“Jadi enggak ada kaitannya dengan critical mineral dengan perang tarif ini. Bahwa kemudian ada komunikasi. Bila mereka butuh critical mineral kita, monggo kita sangat terbuka dan senang. Kenapa? Karena Amerika sama kita kan hubungannya baik,” ujarnya.
Bahlil pun menegaskan Indonesia tetap konsisten dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, tidak memihak ke AS, China, maupun negara lainnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan Indonesia semestinya bisa memanfaatkan peluang ketika sektor pertambangan tidak dikenakan tarif timbal balik sebesar 32% oleh Trump.
“Dunia sedang membutuhkan mineral kritis yang tidak terkena tarif AS, sehingga kita bisa memanfaatkan perang tarif ini untuk menarik investasi masuk ke Indonesia,” kata Hendra saat dihubungi.
Adapun, mineral kritis merupakan logam atau nonlogam yang memiliki fungsi ekonomi penting, tidak dapat disubstitusikan, tetapi menghadapi risiko pasokan (supply risk) yang tinggi. Komoditas ini juga biasa disebut jenis mineral yang sangat diperlukan bagi teknologi energi hijau.
Mengacu pada laman resmi The White House, terdapat beberapa kategori produk yang mendapatkan pengecualian dari kebijakan tarif Trump di antaranya produk tembaga, farmasi, semikonduktor, beberapa jenis produk kayu, emas batangan, mineral penting tertentu, energi dan produk energi.
(wdh)