Bloomberg Technoz, Jakarta - Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo membahas peluang kerja sama pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN modular dengan mantan Perdana Menteri (PM) Inggris, Tony Blair.
Persamuhan itu turut dihadiri Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno beserta delegasi lainnya.
Selepas rapat, Eddy mengatakan, isi pembahasan bersama dengan Tony Blair berkaitan dengan peluang kerja sama investasi dan transfer teknologi di bidang nuklir untuk 15 tahun mendatang.
“Untuk bisa mengetahui lebih banyak lagi, lebih dalam lagi, bagaimana teknologi nuklir bisa diadopsi di Indonesia ke depannya,” kata Eddy di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Eddy menuturkan Inggris telah mengembakan pembangkit nuklir modular dengan kapasitas 300 megawatt (MW) sampai dengan 500 MW yang cocok dikembangkan di Indonesia.

Selain itu, Eddy menuturkan teknologi modular tersebut nanti akan diperkenalkan oleh perusahaan asal Inggris lebih lanjut. Saat ini, dia menambahkan, pemerintah masih menunggu presentasi yang akan dibawakan perusahaan tersebut.
Dia menambahkan terdapat 2 lokasi yang selama ini menjadi referensi untuk pembangunan PLTN yakni di Kalimantan Barat dan Bangka Belitung.
Akan tetapi, Eddy belum bisa menjelaskan lebih lanjut ihwal kapasitas pengembangan PLTN tersebut karena hingga saat ini Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 masih dalam proses penyelesaian.
“Di dalam RUPTL itu rencananya nanti ada 1 gigawatt (GW) nuklir yang akan dikembangkan. Jadi itu juga bisa menjadi awal dari energi nuklir kita,” tuturnya.
Dia menggarisbawahi pada 2038 sumber energi terbarukan di Pulau Jawa akan defisit terhadap permintaan sehingga energi nuklir dibutuhkan sebagai salah satu alternatif.
Selain itu pengembangan dari penyimpanan baterai secara nasional dibutuhkan mengingat banyak energi terbarukan bersifat intermiten atau tidak penuh seharian atau 24 jam.
“Sehingga itu menjadi sangat penting untuk ke depannya,” ucapnya.
Dalam perkembangan terbaru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mematangkan keinginan investasi Rusia pada proyek PLTN di Indonesia.
Rencana investasi PLTN itu turut menjadi bahasan sentral dalam Pertemuan Sidang Komisi Bersama ke-13 antara Indonesia dan Rusia di Jakarta pekan lalu.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menuturkan Rusia telah lama memiliki keinginan untuk investasi PLTN di Indonesia. Hanya saja, kata Dadan, pemerintah mesti mempertimbangkan sejumlah hal untuk menindaklanjuti investasi pembangkit setrum berbasis nuklir tersebut.
“Iya sampai sekarang belum kejadian, kalau nuklir kan panjang bukan lama ya tapi kita harus komprehensif mempertimbangkannya, termasuk aspek regulasi,” kata Dadan ditemui di sela Pertemuan Sidang Komisi Bersama ke-13 antara Indonesia dan Rusia, Selasa (15/4/2025).
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menargetkan PLTN di Indonesia dapat beroperasi pada 2030 atau berpeluang lebih cepat 2 tahun dari target komersialisasinya yang ditetapkan pada 2032 dan lebih awal dari rencana semula pada 2039.
(mfd/naw)